METAMORFOSIS

:::Hanya catatan kecil & kliping artikel:::

More About Me...

hanya seorang anak manusia yang sedang belajar memaknai hidup, tapi ada yang pernah bilang "jangan hanya bisa mencari makna, tapi lakukan sesuatu untuk menemukannya", dan ada lagi yang bilang bahwa manusia yang hanya berorientasi pada makna maka dia akan selalu terjebak di masa lalunya dan selalu ragu dengan masa depannya. akhirnya saya memutuskan untuk menjalani hidup apa adanya, biar lebih hidup!

Another Tit-Bit...

seseorang pernah mengatakan "kalo ada sesuatu yang bisa dilakukan sekecil apapun, jika diawali dengan baik mungkin hasilnya akan besar"

3 Stakeholder Pembangunan

Akademisi, Bisnis dan Pemerintahan



Kondisi daya beli bangsa (GDP) saat ini yang tidak beranjak naik harus diakui, karena kualitas sumber daya manusia (SDM) yang terpuruk dan tidak ada yang merancang secara komprehensif tentang nasib SDM kita mendatang di tengah-tengah persaingan global. Tingkat GDP berkorelasi positif dengan lama sekolah. Di Indonesia, hingga Februari 2007, dari sekitar tujuh ratus ribu orang penganggur berpendidikan tinggi, hampir 60% atau lebih dari empat ratus ribu penganggur berpendidikan sarjana. Jauh lebih tinggi dibandingkan lulusan D-1 dan D-2 yang menganggur yang hanya 21% dari jumlah penganggur berpendidikan tinggi atau lulusan D-3 yang hanya 25%-nya. Saat ini penduduk Indonesia baru 18% yang menjadi mahasiswa dan temuan yang membuat kita miris, ternyata makin tinggi pendidikan, makin rendah kemandirian dan semangat kewirausahaannya. Hampir seluruh lulusan sarjana, lebih dari 80%, memilih menjadi karyawan dan hanya sekitar 4% yang membuka usaha sendiri setelah lulus. Dari data ini, pertanyaannya, ada apa dengan pendidikan tinggi kita ?

Di sisi lain, dunia usaha menuntut kualitas SDM yang sesuai dengan perubahan paradigma bisnis yang sedang berkembang. Pada masa post industries, perusahaan mengarah pada small companies yaitu perusahaan yang ramping dalam kuantitas personel, namun tinggi mobilitasnya dan punya keahlian yang spesifik. Mereka mensyaratkan orang-orang tersebut harus mampu berkomunikasi, juga memiliki kompetensi dan kepribadian yang siap untuk belajar tahu, belajar bekerja dalam tim, belajar mandiri, serta motivasi yang kuat.

Tantangan dan perkembangan dunia usaha yang bergerak cepat bagai deret ukur, ternyata tidak berimbang dengan pergerakan perguruan tinggi bagai deret hitung; sehingga sulit untuk matching. Tentunya untuk menjawab permasalahan ini, diperlukan sinergitas dari kalangan akademisi, pengusaha, dan pemerintah, atau istilah lain sinergitas ABG (Academic-Business-Government) sebagai solusi kunci dalam akselerasi kemajuan bangsa.

Perspektif pendidikan

Dalam perspektif pendidikan, visi perguruan tinggi, pertama, bertugas menghasilkan modal insani lewat pembelajaran dan inovasi, riset dan pengembangan. Kedua, kampus perlu strategi meningkatkan daya saing dengan menetapkan keunggulan lokal, pengelolaan riset, efisiensi, dan penetapan anggaran. Ketiga, perguruan tinggi perlu pengelolaan dana riset kemitraan dan berkelanjutan. Keempat, pola pikir lembaga riset dan pengembangan perguruan tinggi, dituntut adaptif terhadap perubahan zaman. Walaupun perguruan tinggi umumnya terbatas dana untuk riset, namun bukan berarti menjadi "peminta-minta" pada pemerintah atau industri. Justru perguruan tinggi umumnya dapat menemukan keunggulan lokalnya, namun selalu "kalah cepat" untuk mengembangkan temuan-temuannya dibandingkan dengan rekan industri. Di sini diperlukan kerja sama kemitraan dengan pemerintah pusat maupun daerah serta industri yang didasari saling menghargai.

Pengalaman belajar di kampus (learning experience) seharusnya tidak sekadar mendapat pengetahuan akademik, tetapi juga menjadi sarana pembelajaran alternatif, seperti kepemimpinan, kreativitas, serta kepedulian. Kampus juga menjadi tempat untuk mendapat pengalaman lintas budaya. Selanjutnya, kampus juga mengajarkan mahasiswa agar harus punya rasa melayani.

PTN/PTS di Indonesia yang sudah mengacu pada kualitas, adalah mereka yang berorientasi pada RAISE+ LEAP, yaitu singkatan dari : Relevance-Academic atmosphere-Internal management-Sustainability-Efficiency & Productivity + Leadership-Equity-Accessibility-Partnership. Makna dari singkatan ini mengacu pada bagaimana sistem penyelenggaraan pendidikan tinggi yang harus dijalankan. Dimulai dari relevansi program studi yang tersedia dengan kebutuhan dunia kerja. Kemudian atmosfer akademik harus diciptakan, sehingga suasana kampus diwarnai aktivitas ilmiah, seperti diskusi kecil, bedah buku, belajar, dan sejenisnya. Untuk itu, manajemen internal yang sementara ini bisa bersisi dua, memperkuat kelembagaan atau justru sebaliknya. Kesinambungan merupakan kata kunci dalam menjalankan program di perguruan tinggi, sehingga hasilnya tampak dan terukur. Adapun proses ketika menjalankan perguruan tinggi, harus senantiasa mengacu pada efisiensi dan produktivitas.

Terdapat asas yang tidak bisa ditinggalkan dalam dunia kampus, yang mungkin tidak ditemukan persis sama di pemerintahan atau dunia industri, yaitu kepemimpinan yang kuat, kesetaraan di antara civitas academica, kemudahan dan kesiapan untuk memfasilitasi serta kemitraan yang kuat.

Renstra pendidikan saat ini adalah menciptakan, Insan Cerdas Komprehensif dan Kompetitif, yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional dan sosial, serta cerdas intelektual.

Cerdas spiritual adalah mengolah hati, yakni beraktualisasi diri dengan mengolah kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul. Reaktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.

Cerdas emosional adalah beraktualisasi melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiasi akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya serta kompetensi untuk mengekspresikannya. Kecerdasan ini dicapai melalui interaksi sosial yang membina dan memupuk hubungan timbal balik, demokratis, empatik dan simpatik, menjunjung tinggi hak asasi manusia, ceria dan percaya diri, menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan bernegara, serta berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara.

Cerdas intelektual diwujudkan dengan aktualisasi diri melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menghasilkan insan intelektual yang kritis, kreatif, dan imajinatif.

Cerdas kinestetis yakni beraktualisasi diri melalui olah raga untuk mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdaya tahan, sigap, terampil, dan trengginas sehingga menghasilkan insan adiraga.

Persoalan pemda

Di sisi lain, pemerintah daerah saat ini dihadapkan pada persoalan yang kompleks karena perubahan di berbagai lini dan sektor di masyarakat. Permasalahan yang sedang dihadapi, yaitu pengangguran, kemiskinan, perluasan lapangan kerja, pengrusakan lingkungan, wilayah yang terisolasi, kompetisi dengan wilayah lain/kompetisi global, dan masalah lain yang memerlukan pendekatan pemecahan yang bersifat scientific approach. Artinya, solusi berdasarkan riset, kajian, dan pengelolaan yang profesional, dapat menggandeng perguruan tinggi yang core business-nya ada pada Tridharma (pendidikan-penelitian-pengabdian pada masyarakat).

Posisi pemerintah (pemda) ada pada pemerataan pembangunan dan pelaksanaan program serta penyediaan infrastruktur sebagai pelayanan kepada publik. Pemerintah membutuhkan perguruan tinggi untuk mengawal program tertentu sesuai dengan kebutuhan daerahnya. Masalahnya, dalam tataran faktual, ujung tombak perangkat pemerintahan di desa, SDM-nya tidak mendukung. Contoh, saat ini minim sekali kepala desa yang memenuhi kualifikasi pendidikan yang distandarkan oleh peraturan. Oleh karena itu, menjadi berat ketika harus meningkatkan perekonomian melalui pembimbingan dengan memanfaatkan modal insani dan inovasi iptek yang berasal dari perguruan tinggi, disebabkan ada gap of knowledge.

Kondisi dunia usaha

Selanjutnya, secara normatif dunia industri sudah memiliki rambu-rambu penyelenggaraan dalam pasal 74 UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Artinya, sebagai lembaga komersial, dia tetap diwajibkan untuk peduli terhadap kehidupan sosial dan lingkungan di mana dia menjalankan usahanya.

Secara khusus, harapan pemerintah dan perguruan tinggi, ketika memandang dunia usaha bahwa dalam pencapaian target urusan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan lingkungan diupayakan bersinergi dengan aneka kegiatan program pada dunia usaha dalam skema Corporate Social Responsibility (CSR). Sehingga untuk percepatan dan peningkatan mutu serta akuntabilitas perencanaan dan implementasi pembangunan, keterlibatan dan peran serta perguruan tinggi, lembaga penelitian dan masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan daerah menjadi mutlak adanya. Di sini tampak CSR masih berjalan sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi dengan pemerintah maupun kalangan akademisi.

Di dunia usaha sendiri, terjadi evolusi kebutuhan SDM. Tahapannya, dulu industri perlu SDM yang murah (terjangkau) untuk memenuhi kebutuhan sesaat. Kemudian SDM yang memiliki skill agar dapat menopang daya saing usaha, ini untuk mendukung perusahaan yang berorientasi produk. Selanjutnya, diperlukan SDM yang memiliki kemampuan ikut mengembangkan usaha, ini ketika perusahaan menjadi small companies yang menuntut tingginya sense of belonging para personelnya. Perubahan berlanjut pada kebutuhan yang melibatkan SDM di luar korporat untuk mengembangkan sektor usahanya. Evolusi ini, harus diantisipasi juga oleh perguruan tinggi, sehingga prediksi-prediksi peta kebutuhan SDM industri 5-10 tahun mendatang sudah diantisipasi.

Pertama, membangun linkages (keterhubungan) institusi antara pemda dengan perguruan tinggi yang ada di Jawa Barat berbasiskan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; program-program pembangunan sektoral atau bidang kesatuan organisasi swasta, sosial kemasyarakatan serta meningkatkan linkages dengan institusi-institusi legislatif, eksekutif, dan yudikatif pada tingkat pusat dalam kerangka pembangunan di Jawa Barat. Kedua, perguruan tinggi diharapkan dapat memberikan rekomendasi sebagai hasil pemikiran dalam konteks pembangunan multisektor di Jawa Barat sesuai dengan kompetensi yang dimiliki perguruan tinggi kepada pemerintah daerah. Ketiga, perguruan tinggi diharapkan menjadi fasilitator pembangunan antara pihak yang ingin berinvestasi di Jawa Barat, dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dalam komunikasi rasional berbasis ilmu pengetahuan dan kepercayaan investor. Keempat, membantu mengakselerasikan organisasi pemerintah menjadi learning organization dan knowledge base organization yang mampu memecahkan berbagai permasalahan pemerintah. Kelima, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat memberikan dukungan dana dan sarana untuk memerankan perguruan tinggi menjadi mitra kerja pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota. Keenam, mengondisikan interaksi yang bersifat setara antara institusi pemerintah provinsi dengan institusi perguruan tinggi untuk dapat menganalisis permasalahan secara transparan dan mengusulkan solusi yang bersifat relevan dan efektif.***

Penulis, Direktur Akademik Ditjen Dikti Depdiknas.

Sumber:http://newspaper.pikiran-rakyat.co.id/prprint.php?mib=beritadetail&id=33336

0 comments:

Post a Comment