METAMORFOSIS

:::Hanya catatan kecil & kliping artikel:::

More About Me...

hanya seorang anak manusia yang sedang belajar memaknai hidup, tapi ada yang pernah bilang "jangan hanya bisa mencari makna, tapi lakukan sesuatu untuk menemukannya", dan ada lagi yang bilang bahwa manusia yang hanya berorientasi pada makna maka dia akan selalu terjebak di masa lalunya dan selalu ragu dengan masa depannya. akhirnya saya memutuskan untuk menjalani hidup apa adanya, biar lebih hidup!

Another Tit-Bit...

seseorang pernah mengatakan "kalo ada sesuatu yang bisa dilakukan sekecil apapun, jika diawali dengan baik mungkin hasilnya akan besar"

NEOLIBERAL MUSUH BERSAMA PEMBANGUNAN

Negara-negara utara melalui IMF, Bank Dunia, dan WTO gencar mempromosikan sistem ekonomi-politik neoliberal. Profit adalah orientasinya dan pasar bebas adalah sarananya. Para penganjur neoliberal mengatakan bahwa tidak ada alternatif sistem lain selain neoliberal. Namun, di sisi lain fakta empiris justru menunjukkan bahwa sistem ini justru menghasilkan kemiskinan dan kehancuran ekologi. Ha-Joon Chang dan Ilena Grabel, dua ekonom yang pernah menjadi konsultan PBB ini, membongkarnya.
__________________________________

Resensi Buku

Judul Asli : RECLAIMING DEVELOMPMENT:An Alternative Economy Policy
Judul Buku : Membongkar Mitos Neolib, Upaya Merebut Kembali Makna Pembangunan
Diterbitkan : INSISTPress
Penulis : Ha-Joon Chang dan Illene Grabel
Halaman : 223 Halaman

Perlawanan! Itu kesan yang muncul setelah membaca buku yang berjudul “Membongkar Mitos Neolib, Upaya Merebut Kembali Makna Pembangunan” ini. Bagaimana tidak, segela mitos sistem ekonomi – politik neoliberal yang telah menjadi ‘kitab suci’ bagi sebagian mahasiswa ekonomi, pakar ekonomi bahkan juga para pengambil kebijakan di sebagian negara dibongkar habis oleh dua ekonom ini.

Sistem neoliberal adalah sebuah sistem ekonomi-politik yang melucuti peran dan kewenangan pemerintah dalam kebijakan ekonomi dan memindahkan kewenangan itu kepada sector swasta yang didominasi oleh korporasi-korporasi besar.

Buku ini dibagi menjadi dua bagian utama. Pada bagian pertama dua ekonom ini membongkar habis kebusukan sistem neoliberal sementara pada bagian kedua, mereka mencoba memberikan alternative kebijakan diluar neoliberal.

Salah satu kebusukan sistem neoliberal yang dibongkar antara lain adalah mitos yang mengatakan bahwa negara kaya memperoleh kemakmuran berkat komitmennya pada pasar bebas. Mitos itu dibongkar dengan mengungkapkan fakta bahwa negara-negara yang saat ini memperoleh kemakmuran karena mempelopori dan mengandalkan kebijakan industri dan perdagangan yang sangat kental dengan intervensi pemerintah.

Amerika Serikat yang saat ini menjadi penganjur sistem neoliberal adalah sarang bagi kebijakan proteksi industri baru yang masih rapuh. Strategi ini pula yang kemudian diadopsi oleh Jepang dan Jerman. Kini, negara-negara itu menjadi pusat-pusat kemakmuran. Lantas adilkah bila kini negara-negara kaya itu memaksa negara miskin dan berkembang untuk menghapuskan proteksi bagi industrinya sementara mereka telah melakukannya terlebih dahulu?

Namun, salah satu yang mengecewakan dalam buku ini adalah tidak adanya ilustrasi gambar dan uraian grafis. Akibatnya, selain membuat mata capek juga menyulitkan pembaca untuk cepat memahami materi-materi penting yang tertuang dalam buku ini terutama yang terkait langsung dengan persoalan teknis ekonomi. Meskipun begitu buku ini sangat layak dibaca oleh para mahasiswa, aktivis dan pemegang kebijakan di negeri ini. Setidaknya buku ini dapat memberi pencerahan pemikiran di tengah gelapnya penjara sistem neoliberal yang sedang menjadi ‘berhala’ baru di negeri ini.

Penulis: Firdaus Cahyadi

3 comments:

  1. Anonymous said...
     

    Terimakasih telah mengulas buku terbitan INSISTPress. Link rehal buku ikut dilansir di: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=2122

  2. Unknown said...
     

    Terkait link update: http://blog.insist.or.id/insistpress/id/arsip/2122

  3. Unknown said...
     

    Terimakasih, benar adanya. Link update: http://blog.insist.or.id/insistpress/id/arsip/2122

Post a Comment