
BI Akhirnya Berani Pukul Spekulan Valas
Kompas - Kamis, 13 November 2008 | 01:16 WIB
Berbagai kalangan menilai langkah Bank Indonesia, yang mengharuskan adanya tujuan penggunaan yang jelas untuk pembelian valuta asing di atas 100.000 dollar AS per bulan, adalah positif. Berbagai kalangan lega, Bank Indonesia akhirnya berani menghentikan kegiatan spekulasi di pasar valuta asing.
Dengan kebijakan itu, Indonesia memasuki era baru dalam kebijakan devisa bebas yang selama ini dianut. Dengan membatasi spekulasi, kebijakan devisa bebas dinilai akan membawa lebih banyak manfaat bagi perekonomian domestik.
”Selama ini, sistem devisa bebas yang diterapkan BI kebablasan. Sangat liberal, melebihi negara liberal sekalipun. Selama ini tidak ada yang dilarang, termasuk spekulasi. Padahal, ini penyakit rupiah selama ini,” kata pengamat pasar uang, Farial Anwar, Rabu (12/11) di Jakarta.
Pengamat ekonomi sekaligus anggota Komisi XI DPR, Dradjad Wibowo, berpendapat, Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang paling bebas kebijakan devisanya. Negara liberal seperti Singapura sekalipun tidak memberi ruang bagi aksi spekulasi.
Menurut Dradjad, penerapan rezim devisa bebas memang bervariasi di masing-masing negara, dari yang paling bebas sampai yang diatur sebagian. Rezim devisa masih digolongkan bebas selama tidak ada kontrol terhadap arus modal lintas negara. Artinya, valas yang masuk-keluar tidak dibatasi besaran dan waktu menetapnya.
Lawan dari devisa bebas adalah devisa terkontrol. Malaysia merupakan salah satu negara yang menganut devisa terkontrol.
Dradjad mengatakan, selama ini BI cenderung menerapkan kebijakan devisa yang amat bebas karena perekonomian domestik amat membutuhkan dana segar dari luar negeri. BI dan pemerintah berharap investor asing tergiur menanamkan dananya di negeri ini sehingga pertumbuhan bisa terpacu.
Namun, kebijakan yang terlalu bebas itu kebanyakan hanya mengundang dana jangka pendek (hot money). Sebagian besar uang itu digunakan untuk spekulasi di pasar saham dan pasar uang, tanpa pernah beralih menjadi investasi langsung (foreign direct investment/FDI).
Oleh karena itu, kata Farial, kebijakan devisa yang terlalu bebas selama ini lebih banyak membawa petaka ketimbang manfaat bagi perekonomian. Jika ada guncangan sedikit, nilai tukar rupiah langsung bergerak liar, menimbulkan ketidakpastian bagi dunia usaha. Dampaknya, BI harus melakukan intervensi sehingga menghabiskan cadangan devisa.
Menurut Farial, rupiah mudah dijadikan ajang spekulasi karena volume perdagangan valas di Indonesia amat tipis. Sebelum gejolak pasar keuangan terjadi, volume perdagangan valas hanya sekitar 2 miliar dollar per hari.
Akhir-akhir ini, volume perdagangan kian tipis, hanya 500 juta dollar AS per hari. Ini terjadi karena pasokan dollar AS mengetat seiring krisis pasar keuangan global.
Marak
Menurut Farial, seiring hancurnya pasar modal dalam sebulan terakhir, aksi spekulasi di pasar valas semakin marak. ”Bandar-bandar yang biasa berspekulasi di pasar modal mengalihkan uangnya ke pasar valas,” katanya.
Aksi spekulasi mendominasi transaksi valas belakangan ini. Itu makin terbukti karena kebutuhan valas untuk impor jauh berkurang. ”Spekulasi dollar AS saat ini amat menguntungkan sebab dollar terus menguat,” katanya.
Dengan kebijakan BI tersebut, pelemahan rupiah bisa ditahan. Akan tetapi, untuk rupiah menguat, menurut Farial, masih membutuhkan waktu, tergantung dari meningkatnya pasokan dollar AS. (FAJ/OSA)
0 comments:
Post a Comment