METAMORFOSIS

:::Hanya catatan kecil & kliping artikel:::

More About Me...

hanya seorang anak manusia yang sedang belajar memaknai hidup, tapi ada yang pernah bilang "jangan hanya bisa mencari makna, tapi lakukan sesuatu untuk menemukannya", dan ada lagi yang bilang bahwa manusia yang hanya berorientasi pada makna maka dia akan selalu terjebak di masa lalunya dan selalu ragu dengan masa depannya. akhirnya saya memutuskan untuk menjalani hidup apa adanya, biar lebih hidup!

Another Tit-Bit...

seseorang pernah mengatakan "kalo ada sesuatu yang bisa dilakukan sekecil apapun, jika diawali dengan baik mungkin hasilnya akan besar"

Cemburu or Ego?

Repotnya Punya Suami Cemburuan

Wajar, kok, merasa cemburu. Itu, kan, berarti kita sayang pasangan. Tapi kelewat cemburu, justru bahaya, lho! Selain tak sehat bagi hubungan suami-istri, anak juga bisa meniru perilaku kita.

Apa, sih, cemburu? Ternyata sikap itu merupakan reaksi terhadap ancaman yang terjadi dalam hubungan antara dua orang karena adanya saingan alias rival. "Yang dianggap rival, belum tentu orang. Bisa juga hobi, benda, atau apa saja yang akhirnya mengalihkan perhatian orang yang dicemburui," jelas Jacinta F Rini, Msi. dari e-psikologi.com.

Lalu kenapa suami cemburuan? Sebetulnya, kata psikolog ini, cemburu disebabkan faktor kepribadian yang bersangkutan. Kalau kepribadian suami solid, tak masalah. "Ia punya pengalaman dan rasa percaya diri kuat sehingga merasa sangat aman dengan keberadaan dirinya. Maksudnya, tak bergantung pada orang lain yang bisa memberi pengakuan." Tapi tak sedikit pria yang tumbuh dewasa dengan rasa percaya diri semu. "Artinya, jati dirinya hanya berdasar penilaian orang lain. Padahal, sebetulnya kurang pe-de dan bermasalah dengan interaksi."

Akibatnya, kala ada orang lain dekat-dekat istrinya, meski hanya sebatas rekan kerja, "Sudah membuatnya merasa punya rival. Dia merasa tak aman dan nyaman, harga dirinya turun, dan mulai bertanya-tanya, masihkah ia cukup berharga di mata istrinya," jelas psikolog lainnya, Johannes Papu, Msi., alias Jo. Selain itu, dia juga ragu, apakah sudah tak menarik lagi, kurang pintar, dan sebagainya. "Pokoknya, semua yang diasumsikan sebagai kelemahan, akan dia munculkan. Pria yang konsep dirinya lemah seperti ini, cenderung mudah teriritasi oleh perilaku istrinya yang sebetulnya netral. Istri meeting di luar kota saja, ia sudah uring-uringan."

Biasanya, cemburu diawali oleh suatu kecurigaan. "Suami merasa istrinya mulai mengalihkan perhatian pada hal lain. Padahal, belum tentu benar," terang Rini. Pasalnya, perhatian itulah yang selama ini membuatnya merasa berharga di mata istri dan jadi punya rasa percaya diri. Alhasil, pe-denya goyah dan mulai meragukan dirinya sendiri. Inilah yang sebenarnya terjadi dalam suatu dinamika cemburu yang intens, yang sering terlihat pada hubungan suami-istri," lanjut Rini.

TINGKATAN CEMBURU
Entah pada benda, hobi, atau orang, cemburu sama-sama bisa menggoyahkan hubungan. Nah, yang patut dicermati adalah akar masalahnya. "Bisa jadi, landasan hubungan perkawinannya memang enggak kuat. Akhirnya, balik lagi pada kepribadian masing-masing. Jika pasangan memang tak punya kepercayaan (trust), ia akan merasa tak aman dan nyaman. Akibatnya, cemburu muncul. Di rumah cemburu pada istri, di kantor dan pergaulan sosial lain, ia iri pada temannya," papar Rini.

Sebetulnya, sifat cemburuan bisa dideteksi sejak pacaran. "Masalah utamanya, kan, trust. Jadi, kalau pacar mulai hobi mengendalikan apa saja, dari kegiatan, teman, baju, dan sebagainya, sebaiknya waspada." Juga jika pacar mudah sekali terancam oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan pendapatnya. "Kalau orang lain mengemukakan hal berbeda dari yang ia inginkan, ia sudah merasa nggak nyaman, enggak dihargai. Dia merasa berarti kalau pacarnya mengikuti keinginannya," timpal Jo.

Kecemburuan juga bisa berkembang di lingkungan sosial lain. Dalam perwujudan perilakunya, cemburu bisa muncul karena merasa diperlakukan tak adil. Atau, iri karena tak bisa melakukan apa yang dikerjakan teman. "Bentuknya lebih pada kebencian. Ini juga berbahaya karena bisa mengakibatkan timbulnya envy atau intensi untuk menghancurkan obyek yang membuatnya merasa diperlakukan tidak adil."

Jangan salah, cemburu juga ada tingkatannya. Yang pertama, kecemburuan yang mengasyikkan. "Setiap orang, kan, butuh perhatian. Nah, suami-istri justru menjadikan kecemburuan sebagai ajang untuk saling mendekatkan," kata Jo. Yang kedua, cemburu sehat. Misalnya, suami mengecek istrinya, tanpa ada niat mengontrol. "Pulang jam berapa?" "Dengan siapa pulangnya?"

Yang berikut, cemburu yang sudah masuk level paranoid atau obsesif. "Ini terjadi jika orang sudah pada tingkat mengontrol semua yang dilakukan pasangannya." Bahkan, bila perlu, mengontrol secara fisik dengan cara melakukan kekerasan (abusement), menentukan semua yang harus dilakukan tanpa memberi kebebasan pasangan untuk memilih.

Yang repot, kalau udah pada tahap paranoid. "Apa pun yang dilakukan istri, suami selalu curiga. Dia menciptakan sendiri ketakutan-ketakutan dan berusaha mencari pembenaran atas kecurigaannya. Ini yang sering membuat komunikasi tak nyambung sehingga penyelesaiannya pun sulit."

Jalan keluarnya, "Istri harus diberi dorongan (encouragement) supaya kuat dan tidak malah terjebak pada situasi yang kusut." Sia-sia saja jika istri mencoba membuktikan, kecurigaan suami tak beralasan. "Energi habis, sementara hal-hal lain malah jadi terabaikan," lanjut Rini seraya menambahkan, "Bahkan, bisa-bisa istri malah stres lalu mencari pelepasan dengan jalan-jalan keluar. Nah, kalau suaminya kemudian tahu, ia jadi punya pembenaran atas kecurigaannya."

Yang penting, jaga agar pola pikir istri tetap obyektif dan rasional, "Sehingga ia punya daya, baru kemudian bisa mengatasi suaminya. Soalnya, kalau dia sendiri enggak berdaya, bagaimana bisa menyelesaikan persoalan?" tanya Rini.

KIAT SEHAT UNTUK PRIA CEMBURUAN

Wanita biasanya lebih terbuka menyatakan kecemburuannya tanpa harus menjadi obsesif. "Sebab, wanita punya social network yang lebih luas. Ia bisa curhat ke ibunya, sahabatnya, atau teman-temannya sehingga bisa mendapat second opinion." Inilah yang kemudian membuatnya punya kesempatan berefleksi diri dan mengubah sikap atau strategi.

Selain itu, lanjut Rini, "Wanita juga bisa mengolah energinya untuk mengasuh anak atau menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya." Mereka bisa mengalihkan perhatian ke hal-hal lain, sehingga bisa berpikir jernih. "Ah, jangan-jangan itu hanya pikiran saya saja. Atau memang saya yang keliru kurang memberi perhatian pada suami."
Jadi, apa yang harus dilakukan pria yang suka cemburu?

1. Carilah teman atau sahabat yang bisa dijadikan tempat curhat. Yang paling baik adalah teman dekat.

2. Cobalah hidup dalam realitas. Artinya, jangan membuat asumsi bahwa pasangan akan melakukan sesuatu yang negatif. "Kalau memang karier istri bagus, wajar saja ia sibuk."

3. Jangan mencoba melawan kecemburuan, karena pada tingkat tertentu, cemburu adalah sesuatu yang sangat normal. Jadi, akui saja bahwa suatu ketika, setiap orang bisa cemburu. Akui juga, memang ada orang atau pria lain yang lebih hebat dari kita dalam segala hal.

4. Tetap beri ruang untuk diri sendiri. Ini juga merupakan fondasi agar suami bisa lebih pe-de, tak bergantung pada orang lain. Biarkan istri memiliki privasi, menentukan siapa temannya, dan beri ia kesempatan mengembangkan karier, yang berarti berinteraksi dengan partner kerja yang terkadang lawan jenis.

MENGURANGI RASA CEMBURU

Mengurangi cemburu tetap bisa dilakukan. Berikut aneka cara yang bisa dilakukan.

* Bicarakan berdua semua kecurigaan atau ketakutan secara terbuka. Lihat akar penyebabnya. Mungkin saja suami cemburu karena merupakan akumulasi dari suatu masalah yang selama ini ditutup-tutupi demi menghindari konflik.

* Cari jalan tengah yang masuk akal. Jangan, saran Rini, karena suami cemburu pada karier istri, lantas ia minta istrinya berhenti. Padahal, justru istrinyalah yang menjadi tulang punggung keluarga.

* Saling instrospeksi juga penting.

* Tentukan kembali rules of game dalam kehidupan perkawinan. "Kamu harus berubah, saya pun harus berubah." Kedua pihak tak boleh lagi menerapkan sifat yang lama dan tahu apa yang tidak boleh dilakukan. "Suami istri harus tahu keinginan pasangan, yang bisa membuat keluarga justru tumbuh."

* Jangan mencobaa mengendalikan pasangannya. Kalau sudah mulai mengendalikan, yang ada bukan solusi, melainkan hanya menunda persoalan.

* Minta bantuan ahli jika dirasa perlu.

DITIRU ANAK

Banyak pasangan suami-istri lupa, sifat cemburu, apalagi yang obsesif, bisa berdampak buruk bagi anak-anak. Salah satu yang sering terjadi, anak akan menjadi sasaran pelampiasan kekesalan. "Akibatnya, anak merasa tak aman. Padahal, itu sesuatu yang sangat fundamental bagi anak," kata Rini.

Anak merasa tak punya basic trust di rumah. "Papa enggak percaya sama Mama. Jangan-jangan, mereka tak percaya juga sama saya." Dalam jangka panjang, anak yang melihat orang tuanya selalu penuh kecurigaan, akan meniru perilaku yang sama. Atau malah sebaliknya, acuh pada perasaan itu. "Ini juga enggak sehat. Anak akan tumbuh dan belajar, 'Kalau saya mau sukses, saya harus seperti ayah.' Ia akan serap pola ayahnya untuk berelasi dengan orang lain. Terutama pada istri atau pacarnya, karena ia melihat, dengan cara itu, everything is oke." Celaka, kan?

Dokumen NOVA
Foto: Dok.NOVA

0 comments:

Post a Comment