METAMORFOSIS

:::Hanya catatan kecil & kliping artikel:::

More About Me...

hanya seorang anak manusia yang sedang belajar memaknai hidup, tapi ada yang pernah bilang "jangan hanya bisa mencari makna, tapi lakukan sesuatu untuk menemukannya", dan ada lagi yang bilang bahwa manusia yang hanya berorientasi pada makna maka dia akan selalu terjebak di masa lalunya dan selalu ragu dengan masa depannya. akhirnya saya memutuskan untuk menjalani hidup apa adanya, biar lebih hidup!

Another Tit-Bit...

seseorang pernah mengatakan "kalo ada sesuatu yang bisa dilakukan sekecil apapun, jika diawali dengan baik mungkin hasilnya akan besar"

Pengembangan Perdesaan

Model - Model
Pengembangan Perdesaan

Pengembangan perdesaan bisa dilakukan tidak harus melalui peran aktif pemerintah. Dengan model-model yang dikembangkan bisa menjadi pemacu pemberdayaan masyarakat desa yang dalam kurun dua sampai tiga tahun sudah dapat berkembang dan menjadi contoh masyarakat di sekitar model tersebut

Pelaksanaan pengembangan perdesaan bukan hanya harus dilakukan pemerintah, tetapi juga oleh unsur-unsur masyarakat yang lain. Bahkan tentu banyak yang tanpa peran aktif pemerintahpun, suatu upaya pengembangan perdesaan itu dapat dilakukan, sesuai kemampuan swadaya masyarakat itu sendiri. Maka percontohan-percontohan tersebut bisa dianggap sebagai suatu model-model pengembangan.

Karena itu model pengembangan perdesaan, ada yang mengikuti konsep KTP2D, ada yang berbasiskan Gabungan P3A, ada yang dilakukan oleh pondok pesantren serta LSM lainnya. Masing-masing model memiliki tujuan yang sama, yaitu pemberdayaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Dalam hal inilah selanjutnya, pemerintah berperan aktif sebagai fasilitator. Dalam arti juga harus mengintegrasikan model-model yang berkembang itu ke dalam suatu model yang ideal sesuai konsep pemerintah, sehingga dampak capaian pengembangannya pun tidak cuma lokal, melainkan secara holistik menjadi bagian dari keterpaduan unsur-unsur perkembangan dan pertumbuhan sosial-ekonomi-budaya secara nasional. Ada tiga hal penting dalam kaitan dengan model pengembangan perdesaan ini, menurut Direktur Perdesaan Wilayah Tengah, Ir. Moch. Yusuf Gayo, ketika ditemni Warta PERDESAAN yaitu sebagai percontohan empiris, sebagai ajang pembelajaran bagi unsur stake holder, serta transformasi pilot percontohan pengelolaan irigasi model ke model pengembangan perdesaan.

Percontohan Empiris
Model merupakan percontohan pemberdayaan masyarakat. Baik masyarakat di perdesaan bersangkutan maupun masyarakat perdesaan di sekitar model. Dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan, didukung pengembangan prasarana dan sarana perdesaan. Model, dalam pola pengembangan terkini, boleh dibilang hal baru dan menyangkut tidak kurang dari 11 instansi. Maka sebagai percontohan empiris, dalam kaitan dengan model itu, agar dalam pelaksanaannya dapat ditata peranan masing-masing instansi sehingga tidak saling tumpang tindih. Penetapan model sebaiknya merupakan kesepakatan antara departemen/instansi terkait didaerah. Yang paling dominan diantaranya Pemda, Depdagri (khususnya Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan dan Ditjen Bangda), Deptan, Dephutbun, Departemen Eksplorasi Laut, Departemen Perdagangan dan Industri, dan Meneg Parsenibud. Dapat dipilih usaha ekonomi unggulan pada empat alternatif kawasan sebagai model. Ada lima macam usaha, sebut saja yang pertama usaha perkebunan rakyat atau hutan rakyat hak asal-usul yang biasanya berlokasi di kawasan pegunungan/perbukitan. Kemudian usaha pertanian lahan kering masyarakat yang biasanya di dataran tinggi. Ketiga, usaha persawahan yang umumnya di dataran rendah. Bagus juga usaha pengembangan rawa dan perikanan tambak masyarakat dan nelayan yang umumnya di daerah pantai/pesisir. Sedangkan yang kelima adalah usaha pemanfaatan sumber daya alam, industri kecil/pengolahan, kerajinan rakyat, dan pariwisata agro-eko-kultural. Model dapat juga diupayakan dari model-model pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang telah dikembangkan baik oleh perseorangan maupun berbagai lembaga nirlaba seperti pesantren, HKTI, LSM dan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan lainnya. Mereka cukup berhasil dan memberikan prospek yang baik. Disarankan agar dapat diadakan survei untuk mencari model-model di daerah masing-masing yang telah dan sedang dikembangkan oleh perseorangan dan oleh berbagai lembaga tersebut untuk dapat dijadikan Model Pengembangan Perdesaan. Selanjutnya, departemen/instansi terkait terutama di daerah, secara bersama-sama harus dapat menciptakan iklim yang kondusif dan perlindungan yang memadai bagi dapat berkembangnya ekonomi kerakyatan di perdesaan yang bersangkutan.

Ajang Pembelajaran
Ada empat unsur stake holder yang (akan) berperan dalam pengembangan perdesaan. Kesemuanya perlu memperoleh pengalaman nyata di lapangan. Keempat unsur tersebut adalah masyarakat, birokrat, pengusaha, dan unsur pendukung. Pembelajaran bagi unsur masyarakat ada beberapa poin penting. Agar secara mandiri dan kreatif mereka berprakarsa, mampu mencari langkah-langhah yang perlu dilakukan. Misalnya, selain usaha pertanian yang telah mereka lakukan secara turun temurun, mereka dapat menciptakan dan memperluas kegiatan ekonomi lainnya. Tetapi kegiatan ekonomi tersebut (harus) disesuaikan dengan kekhasan potensi ekonomi yang ada di perdesaan secara berkesinambungan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Terus terang yang begitu bukan merupakan hal yang mustahil.

Kemudian bagi unsur birokrat, model pengembangan perdesaan dapat memberikan pengetahuan praktis, upaya yang harus dilakukan, agar mampu mereposisikan dirinya dari sebagai Provider (penyedia/ pelaksana) menjadi sebagai enabler(pendamping / pemberdaya). Bagi unsur pengusaha, khususnya pengusaha perdesaan, bagaimana mereka bisa memposisikan dirinya sebagai mitra usaha ekonomi kerakyatan di perdesaan yang dapat menjalankan usaha dengan keuntungan wajar, tanpa merugikan masyarakat perdesaan. Terakhir bagi unsur pendukung seperti para cendekiawan, pemuka masyarakat, pemuka adat, pemuka agama, universitas, pesantren, LSM serta perseorangan dan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan yang peduli terhadap upaya pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Kiranya mereka dapat memberikan dorongan dan stimulasi agar ketiga unsur tadi dapat bekerja sama dalam kesetaraan secara bersinergi melalui bidangnya masing-masing.

Transformasi Pilot Percontohan

Hal penting ketiga dalam kaitan dengan model pengembangan perdesaan adalah Transformasi Pilot Percontohan Pengelolaun Irigasi ke Model Pengembangan Perdesaan. Saat ini para KDPU/Pengairan sedang mengadakan Pilot Percontohan untuk pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan jaringan irigasi sebagai implementasi Inpres No. 3 tabun 1999 tentang pembaharuan kebijaksanaan pengelolaan irigasi. Jawa Tengah dan provinsi lainnya diJawa telah menetapkan DI Model, masing-masing satu buah di setiap kabupaten, yang memiliki areal sawah dominan dan telah melaksanakan langkah-langkah yang cukup jauh.

P3A dan P3A Gabungan yang dibentuk bukan saja menangani pengelolaan OP Jaringan Irigasi, tetapi telah berkembang ke arah kegiatan ekonomi lainnya. Ada usaha koperasi, toko saprodi, penangkaran benih, bengkel pemeliharaan alat-alat pertanian, peternakan, penyewaan alat-alat, baik dikelola secara perorangan maupun secara kelompok (KSM), sangat relevan dengan konsep pengembangan perdesaan.

Hal yang sama sedang dilakukan di propinsi lain di luar Jawa. Diantara pilot percontohan pengelolaan irigasi tersebut dapat dikembangkan untuk Model Pengembangan Perdesaan, dimana usaha agrobisnis padi dan palawija merupakan komoditas unggulannya.

Pengembangan SDM Perdesaan

Demikian gambaran keberadaan model-model pengembangan perdesaan yang diharapkan dapat memacu perkembangan perdesaan secara menyeluruh. Tetapi ada masalah yang (juga) sangat mendesak untuk dikembangkan untuk menunjang keberhasilan model, yaitu menyangkut sumber daya manusia. Jangka pendek peningkatan kualitas SDM perdesaan dapat dilaksanakan melalui beberapa jalur.
  • Pertama, melalui pelatihan-pelatihan yang bersifat terapan, terfokus, instan dan terarah, terutama dimaksudkan agar jiwa kewirausahaannya menjadi tinggi dan ulet.
  • Kedua, belajar sambil bekerja pada bidang-bidang yang langsung dapat diimplementasikan, proses belajar-bekerja dilaksanakan secara kolegial, dan diharapkan setiap tempat latihan tersedia tempat-tempat penginapan.
  • Ketiga, penyebaran melalui pondok-pondok pesantren.
  • Keempat, bimbingan secara terarah namun gradual melalui contoh-contoh nyata oleh orang yang dapat diterima oleh komunitas setempat.
Butir terakhir dapat dilakukan antara lain oleh pemuka dan tokoh masyarakat yang mempunyai keahlian khusus. Kita sebut (semacam) Community Organizer (CO).
Saat ini sedang direkrut sejumlah CO, dalam cakupan masih terbatas untuk membimbing P3A. Melalui CO ini, P3A diarahkan dapat melakukan diversifikasi usaha, tidak hanya pertanian saja. CO harus dapat diterima oleh masyarakat, dapat melebur ke dalam masyarakat, maka sebaiknya CO dipilih oleh masyarakat. Namun dalam jangka panjang, investasi SDM tidak dapat hanya mengandalkan pelatihan-pelatihan yang bersifat instan saja. Pelatihan harus lebih melembaga dan terencana.

Diharapkan kader-kader pengembangan perdesaan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk membantu membangun kawasan perdesaan dan memberdayakan masyarakat perdesaan. Pelatihan-pelatihan yang lebih melembaga den terencana itu bisa berwujud lembaga pendidikan formal. Bidang ilmu yang diajarkan bisa mencakup beberapa jurusan seperti Pengembangan Perdesaan (rural development), Pemberdayaan Masyarakat (community empowerment), Pengentasan Kemiskinan den Konservasi Lingkungan (poverty alleviation and environmental conservation). Program pendidikan terdiri program diploma (D3) dan gelar (S1). Fakultasnya bisa berupa Fakultas Kemasyarakatan dan Perdesaan.

Transparasi dan Akuntabilitas Publik
Sudah cukuplah dengan adanya model pengembangan yang ideal, masyarakat yang dapat menyerap langkah-langkah pengembangan serta adanya community organizer yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup baik pula? Jawabannya: belum cukup! Ada dua ekstrem sikap laku yang mungkin ditengah masyarakat perdesaan yang majemuk. Ekstrem yang pertama adalah Sikap laku yang dilandasi prinsip-prinsip demokrasi, transparasi dan akuntabilitas publik. yang kedua sebaliknya, mungkin pula telah berkembang sikap-sikap otoritarianisme, ketertutupan dan oligarki. Manakah yang harus dikembangkan untuk menopang model pengembangan agar mencapai hasil yang diinginkan. Tentu yang pertama. Harus ada demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas publik.

Para community organizer dan para fasilitator, karena itu, harus menjadi motor bagi berkembangnya prinsip-prinsip demokrasi itu, dan diterapkan dalam keseharian masyarakat perdesaan. Penerapannya seperti dalam memilih para pengurus lembaga kemasyarakatan perdesaan.

Setiap anggota masyarakat memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih sebagai pengurus. Bagi yang terpilih harus melindungi yang tidak terpilih. Sebaliknya yang tidak terpilih harus secara rela dan ksatria mengakui kekalahannya dan selanjutnya mendukung yang terpilih dengan sepenuh hati. Kemudian prinsip akuntabilitas publik harus meresap ke dalam jiwa setiap pengurus. Amanat yang mereka emban harus dipertanggungjawabkan kepada para anggota yang memilihnya serta masyarakat yang dipimpinnya.

Untuk semua itu, maka kearifan lokal (local wise) dan kecerdasan lokal (local genius) perlu dikembangkan, betapa pun mungkin perlu modifikasi dan dimanfaatkan untuk pengembangan perdesaan sesuai prinsip-prinsip yang positip. Termasuk kebiasaan lama turun temurun yang mungkin sudah ratusan tabun, seperti tradisi rembug desa, sistem irigasi Subak, dan lain-lain. Alhasil, memang sudah seharusnya dikembangkan perdesaan tanpa pernah memandang warga masyarakat perdesaan sebagai kelompok yang takberdaya melainkan yang pasti bisa berdaya apabila diberdayakan.

0 comments:

Post a Comment