METAMORFOSIS

:::Hanya catatan kecil & kliping artikel:::

More About Me...

hanya seorang anak manusia yang sedang belajar memaknai hidup, tapi ada yang pernah bilang "jangan hanya bisa mencari makna, tapi lakukan sesuatu untuk menemukannya", dan ada lagi yang bilang bahwa manusia yang hanya berorientasi pada makna maka dia akan selalu terjebak di masa lalunya dan selalu ragu dengan masa depannya. akhirnya saya memutuskan untuk menjalani hidup apa adanya, biar lebih hidup!

Another Tit-Bit...

seseorang pernah mengatakan "kalo ada sesuatu yang bisa dilakukan sekecil apapun, jika diawali dengan baik mungkin hasilnya akan besar"

Prospek Pembangunan Ekonomi 2008


Sri Mulyani Indrawati

Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Abstraksi

Strategi pembangunan Indonesia untuk tahun 2008 berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi yang disertai pemerataan atau growth with equity. Dalam perkembangannya, berbagai kondisi global yang kurang menggembirakan sejak awal semester II-2007 yakni krisis pasar perumahan AS dan kecenderungan meningkatnya harga beberapa komoditi dunia khususnya minyak berdampak terhadap melemahnya perekonomian dunia dan meningkatkan tekanan terhadap inflasi dunia di 2007. Kondisi yang kurang menggembirakan tersebut berdampak pada lebih tingginya realisasi harga minyak dibandingkan asumsi yang ditetapkan dalam APBNP 2007. Namun demikian, berbagai penyesuaian yang dapat dilakukan menyebabkan masih amannya pencapaian target defisit 2007. Untuk tahun 2008 kondisi ini masih dapat diantisipasi walaupun dengan berbagai langkah pilihan kebijakan yang sulit sekalipun.

Kata kunci: Harga Minyak, APBN, Pilihan Kebijakan.


Latar Belakang
Perkembangan ekonomi Indonesia selama 2006-2007 menunjukkan tren yang membaik setelah mengalami tantangan yang cukup berat di awal tahun 2006. Berbagai indikator ekonomi, seperti laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), investasi, konsumsi, ekspor yang semakin meningkat, inflasi dan nilai tukar yang semakin terkendali, serta indikator lainnya mencerminkan pemulihan dan perbaikan kondisi perekonomian. Momentum positif ini merupakan modal bagi pemerintah untuk melanjutkan program-program pembangunan mencapai sasaran pembangunan.

Memasuki tahun 2008, beberapa permasalahan bangsa ini masih akan terus menghadang kita. Pengangguran dan kemiskinan masih belum sepenuhnya kita tanggulangi. Berbagai sarana kesehatan dan pendidikan masih terus perlu dibangun. Kondisi infrastruktur jalan raya, pelabuhan udara dan laut, listrik, serta irigasi mengalami kerusakan dan kurang mendapat perhatian semenjak krisis. Hal ini menyebabkan beban biaya yang tinggi bagi masyarakat maupun perekonomian nasional.

Dalam RPJM Nasional, tercantum tiga agenda pembangunan nasional kita, yaitu agenda menciptakan Indonesia yang aman dan damai; agenda menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis; dan agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat.1 Upaya meningkatkan kesejahteraan bangsa dan menata perekonomian kita, dituangkan dalam strategi pembangunan yang berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi yang disertai pemerataan atau growth with equity. Strategi ini merupakan pilihan yang paling tepat, karena pertumbuhan saja tidak menjamin pemerataan. Pertumbuhan yang kita capai haruslah memiliki kualitas yang baik. Oleh karena itu pemerintah terus berusaha menyeimbangkan setiap kebijakan dan langkah antara kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan dan meningkatkan pemerataan kesejahteraan.

j63_table1.jpg



Dalam rangka menghadapi tantangan yang tidak mudah pemerintah senantiasa berusaha melaksanakan tiga agenda pembangunan yang terdapat dalam RPJM secara seimbang. Tema pembangunan dalam RKP Tahun 2008 adalah Percepatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran dengan memprioritaskan pembangunan pada 8 (delapan) prioritas pembangunan nasional yakni, (1) peningkatan investasi, ekspor dan kesempatan kerja; (2) revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan, dan pembangunan pedesaan; (3) percepatan pembangunan infrastruktur dan pengelolaan energi; (4) peningkatan akses dan kualitas pendidikan dan kesehatan; (5) peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan; (6) pemberantasan korupsi dan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi; (7) penguatan kemampuan pertahanan dan pemantapan keamanan dalam negeri; dan, (8) penanganan bencana dan pengurangan risiko bencana.

Dalam rangka mengimplementasikan arah pembangunan ini APBN Tahun 2008 disusun dengan melandaskan pada delapan prioritas pembangunan yang tertuang dalam RKP 2008 dengan fokus dalam menggunakan kebijakan fiskal untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur yang strategis bagi perekonomian, dan meningkatkan program perbaikan pendidikan, kesehatan, untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat kelompok miskin. Hal ini juga diikuti dengan langkah-langkah efisiensi dan penghematan belanja barang termasuk perjalanan dinas yang tidak produktif dan bukan merupakan program prioritas terus dilakukan dengan tegas dan penuh kesungguhan. Arah dan alokasi belanja modal makin ditajamkan sesuai prioritas dan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan.

Belanja modal yang kurang produktif dikurangi seminimal mungkin, seperti pembangunan dan renovasi gedung pemerintah pusat serta pengadaan kendaraan dinas. Dana yang tersedia, kita gunakan untuk belanja modal yang produktif seperti pembangunan jalan, jembatan, irigasi, dan sarana-prasarana perhubungan. Juga alokasi untuk belanja pendidikan dan kesehatan ditingkatkan secara sungguh-sungguh. Kebijakan ini dilakukan, sekali lagi adalah sejalan dengan strategi pembangunan yang kita laksanakan selama ini yaitu mencapai pertumbuhan disertai pemerataan atau growth with equity.

APBN 2008 disusun berdasarkan pada perkiraan perkembangan ekonomi, baik nasional maupun global, dan prediksi kondisi tahun depan dengan asumsi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2008 yang terus membaik hingga mencapai 6,8 persen. Stabilitas tetap terjaga yang ditunjukkan oleh tingkat inflasi 6,0 persen, suku bunga SBI-3 bulan 7,5 persen, dan nilai tukar Rp9.100 per dolar AS. Proyeksi rata-rata harga minyak kita tahun 2008 di perkiraan sebesar 60 dollar Amerika per barel, dan lifting minyak meningkat menjadi 1,034 juta barel per hari.

Dalam perkembangannya, memasuki semester II tahun 2007, kondisi perekonomian global mengalami pergeseran. Krisis sektor perumahan (sub prime mortgage) di Amerika Serikat yang bermula pada pertengahan tahun 2007 ternyata berdampak cukup serius di Amerika Serikat dan Eropa sehingga berdampak pada melambatnya kegiatan ekonomi di beberapa negara maju. Di pasar keuangan, krisis perumahan (subprime mortgage) di Amerika Serikat telah meluas menjadi krisis di pasar keuangan internasional mendorong Federal Reserve untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter, setelah sebelumnya menempuh kebijakan moneter yang cenderung ketat. Pelonggaran tersebut ditandai oleh penurunan Fed Fund Rate2 sebesar 50 bps (0,5 persen) di 18 September dan 25 bps di 31 Oktober 2007 hingga tercatat pada 4,5 persen.

Permasalahan lainnya adalah tingginya harga minyak mentah di pasar internasional yang sempat menyentuh $100USD. Tingginya harga minyak mentah ini selain dipengaruhi oleh faktor fundamental akibat peningkatan permintaan yang lebih besar dibandingkan penawaran, juga dipicu oleh sentimen negatif yang muncul akibat ketegangan geopolitik di negara-negara penghasil minyak seperti Irak dan Nigeria. Selain sebagai dampak dari kondisi fundamental yang ada tersebut, peningkatan harga minyak tersebut juga semakin dipacu oleh meningkatnya spekulasi sebagai dampak dari tingginya ekses likuiditas secara global. Dari dalam negeri, serangkaian bencana alam yang terjadi juga akan membebani target pembangunan 2008.

Dengan adanya beberapa kejadian tersebut, tentunya akan berpengaruh pada proses dan upaya pencapaian target pembangunan ekonomi tahun 2008. Permasalahannya adalah bagaimana arah pembangunan kita di tahun 2008 seiring dengan beberapa perubahan tersebut? Tulisan ini akan mencoba mengelaborasi prospek pembangunan ekonomi Indonesia dalam tahun 2008 berikut tantangan dan peluang serta upaya dan langkah langkah yang perlu dilakukan dalam mencapai taget tersebut.

Perkembangan Perekonomian Terkini dan Outlook 2007
Kondisi Ekonomi Internasional
Kondisi perekonomian dunia memasuki semester II hingga Oktober 2007 diwarnai oleh krisis sektor perumahan (sub prime mortgage) di Amerika Serikat yang meluas di pasar keuangan dunia, serta meningkatnya beberapa harga komoditi dunia. Kondisi tersebut berdampak pada melambatnya kegiatan ekonomi di beberapa negara maju sehingga pertumbuhan ekonomi dunia di 2007 diperkirakan akan melemah. Melemahnya perekonomian dunia tersebut khususnya berasal dari menurunnya pertumbuhan negara-negara maju, walaupun perekonomian di negara berkembang khususnya emerging market masih cenderung tinggi. Meskipun inflasi yang terjadi cenderung menurun dibandingkan tahun 2006, meningkatnya harga komoditi dunia terebut tentunya juga akan memberikan tekanan terhadap perkembangan inflasi di beberapa negara. Namun demikian, suku bunga di beberapa negara seperti di Amerika Serikat cenderung bias longgar dan di beberapa negara maju meskipun masih ketat namun cenderung netral seperti kawawan Uni Eropa (Euro) dan Jepang. Penurunan suku bunga tersebut khususnya ditujukan untuk meredakan dampak negatif dari krisis sektor perumahan yang semakin meluas. Di beberapa negara seperti China justru meningkatkan suku bunganya guna meredam tekanan inflasi yang dihadapi. Kebijakan moneter ketat di Jepang sempat berdampak terhadap kembalinya arus modal yang sebelumnya ke luar dari Jepang untuk ditanamkan ke instrumen pasar keuangan di beberapa negara emerging market (unwinding yen carry trade)3.

Hingga Oktober 2007, berbagai komoditi di pasar internasional menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi khususnya di semester II 2007. Peningkatan harga komoditi ini selain sebagai akibat meningkatnya sisi permintaan yang dibarengi oleh keterbatasan pasokan juga didorong oleh aksi spekulatif seiring dengan masih tingginya ekses likuiditas di pasar keuangan global. Peningkatan harga komoditi terjadi baik di kelompok barang tambang maupun hasil pertanian. Peningkatan harga minyak terutama didorong oleh masih tingginya kebutuhan energi dunia yang ditambah dengan aksi spekulatif investor. Peningkatan kebutuhan energi seperti yang terjadi di China dan India juga mendorong meningkatnya harga barang tambang lainnya. Sementara itu, pasokan yang ada tidak bisa mengimbangi secara cepat seiring dengan kondisi geopolitik di berbagai negara penghasil minyak dan keterbatasan kapasitas produksi. Di kelompok pertanian, peningkatan harga beberapa komoditi selain sebagai akibatnya berkurangnya hasil panen di beberapa negara akibat gangguan alam juga didorong oleh upaya konversi energi dari minyak ke biofuel yang cukup gencar di beberapa tahun ini.


Di pasar keuangan, krisis perumahan (subprime mortgage) di Amerika Serikat telah meluas menjadi krisis di pasar keuangan internasional mendorong Federal Reserve untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter, setelah sebelumnya menempuh kebijakan moneter yang cenderung ketat. Pelonggaran tersebut ditandai oleh penurunan Fed Fund Rate4 sebesar 50 bps (0,5 persen) di 18 September dan 25 bps di 31 Oktober 2007 hingga tercatat pada 4,5 persen. Fed fund rate ini sebelumnya telah meningkat sebanyak dari 1,0 persen di Mei 2004 hingga mencapai puncaknya sebesar 5,25 persen di Juni 2006 dan cenderung bertahan di level tersebut hingga September 2007. Penurunan ini dilakukan setelah mempertimbangkan cenderung turunnya PCE core (inflasi uang mengeluarkan kelompok makanan dan energi) guna mengurangi dampak negatif krisis perumahan terhadap pertumbuhan ekonomi dan belum pulihnya stabilitas pasar keuangan. Sementara itu, beberapa negara maju serta negara berkembang lainnya cenderung memilih kebijakan yang netral. Peningkatan suku bunga juga terjadi di China seiring dengan meningkatnya tekanan inflasi yang tinggi dari sisi permintaan sebagai dampak dari meningkatnya konsumsi dan investasi.

j63_grafik1.jpg j63_grafik2.jpg
Grafik 1. Harga Komoditi Tambang Dunia Grafik 2. Harga Komoditi Pertanian Dunia

Tabel Pertumbuhan Ekonomi Dunia

j63_table2.jpg

Berbagai perkembangan di atas menyebabkan cenderung melambatnya perekonomian dunia di 2007 setelah sebelumnya menunjukkan perkembangan yang membaik di 2006. Menurunnya pertumbuhan ekonomi tersebut antara lain disebabkan oleh cenderung meningkatnya harga komoditi internasional khususnya minyak dunia dan beberapa komoditi primer lainnya, pengetatan perekonomian yang masih berlangsung di beberapa negara, dan gejolak di pasar keuangan di Amerika Serikat yang meluas ke berbagai negara.

Lebih rendahnya pertumbuhan perekonomian dunia di 2007 disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi di sebagian besar negara maju, walaupun perekonomian negara berkembang diprakirakan masih akan tinggi. Hal ini berbeda dengan kondisi pertumbuhan perekonomian dunia 2006 yang bersumber baik dari negara maju maupun berkembang. Secara rata-rata, pertumbuhan ekonomi negara maju di tahun 2007 diperkirakan akan mencapai 2,5 persen menurun dibanding tahun 2006 yang mencapai 2,9 persen. Penurunan tersebut khususnya terjadi di 3 negara industri utama yaitu Amerika Serikat, kawasan Uni Eropa (Euro), dan Jepang. Di Amerika Serikat, krisis sektor perumahan di triwulan III 2007 berdampak terhadap ketatnya pemberian kredit dan lay-off sektor kontruksi dan keuangan. Kondisi tersebut diperparah juga oleh cenderung tingginya harga minyak dunia yang berakibat terhadap semakin melambatnya konsumsi rumah tangga dan kondisi ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun 2008. Perkembangan tersebut berdampak pada terkoreksinya proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika di 2007 dan 2008. Dampak serupa juga terjadi di kawasan Euro. Di Jepang, perlambatan pertumbuhan ekonomi juga ditandai dengan terkoreksinya perkiraan pertumbuhan ekonomi dari sebelumnya diperkirakan tumbuh 2,6 persen menjadi 2,0 persen. Menurunnya prakiraan perekonomian Jepang ini sebagai akibat dari masih ketatnya kebijakan moneter di negara tersebut yang berdampak pada turunnya kegiatan konsumsi dan investasi.

Sementara itu, perekonomian negara berkembang di tahun 2007 diperkirakan relatif sama dengan tahun 2006 yaitu sebesar 8,1. Masih tingginya pertumbuhan negara berkembang terutama dimotori oleh China dan India yang masing-masing diperkirakan tumbuh 11,5 persen dan 8,9 persen. Pertumbuhan ekonomi China ini lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 11,1 persen dan perkiraan sebelumnya 11,2 persen. Tingginya perekonomian China ini terutama didukung oleh peningkatan investasi dan ekspor yang semakin didorong oleh meningkatnya minat investor asing ke China. Di India, perkiraan perekonomian relatif stabil dari 9,0 persen di 2006 menjadi 8,9 persen di 2007. Meskipun cenderung melambat, tingginya pertumbuhan ekonomi India khususnya didorong oleh ekspor dan konsumsi swasta yang tinggi. Di negara-negara ASEAN-4, pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Philipina diperkirakan lebih tinggi dibandingkan perkiraan semula, sementara di Thailand dan Malaysia diperkirakan melambat.

Searah dengan kebijakan moneter ketat di beberapa negara, inflasi beberapa negara di 2007 diperkirakan mereda. Sementara itu, meningkatnya harga komoditi dunia khususnya minyak dan produk pangan memberikan tekanan di beberapa negara khususnya di China dan India.

Tabel Inflasi Dunia

j63_table3.jpg

Peningkatan inflasi di China selain dipicu oleh meningkatnya harga pangan juga didorong oleh aksi spekulatif di sektor poperti. Di Amerika Serikat, meningkatnya harga beberapa komoditi membuat terkoreksinya proyeksi inflasi di 2007 yang cenderung bias ke atas, namun masih lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun inflasi IHK di Amerika Serikat cenderung naik, inflasi PCE core (inflasi yang mengeluarkan kelompok makanan dan energi) kembali menurun sebagai akibat dari krisis perumahan yang ada.

Kondisi Ekonomi Domestik
Arah perkembangan perekonomian yang terus membaik sejak pertengahan tahun 2006, telah memunculkan optimisme akan terjadinya perbaikan kinerja perekonomian Indonesia dalam tahun 2007. Dengan dasar optimisme itu, secara keseluruhan di sepanjang tahun 2007 ekonomi diperkirakan tumbuh sekitar 6,3 persen, yang ditopang pula oleh stabilitas ekonomi makro yang masih tetap terjaga.

Hingga triwulan III tahun 2007, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif dengan dukungan pertumbuhan sebesar 6,5 persen (y-o-y) di triwulan III, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan II sebesar 6,3 persen atau periode yang sama tahun 2006 sebesar 5,87 persen (y-o-y). Dengan demikian, selama keseluruhan tahun perekonomian Indonesia telah tumbuh sebesar 6,3 persen. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi tersebut dapat diindikasikan melalui perbaikan kinerja konsumsi masyarakat, investasi, dan eskpor pada sisi permintaan, serta penguatan kinerja sektor-sektor perekonomian.

j63_grafik3.jpgKegiatan konsumsi masyarakat dalam triwulan III tahun 2007 menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya pendapatan riil masyarakat serta membaiknya daya beli masyarakat. Di triwulan III konsumsi masyarakat meningkat 5,3 persen (y-o-y), lebih tinggi dibandingkan dua triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar 4,7 persen atau periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2,99 persen. Dengan perkembangan tersebut, konsumsi rumah tangga selama tahun 2007 telah tumbuh sebesar 4,9 persen dibandingkan periode yang sama di 2006. Hal ini terkait dengan menurunnya suku bunga domestik, relatif stabilnya tingkat harga, meningkatnya upah minimum provinsi (UMP). Penguatan konsumsi antara lain tercermin pada peningkatan penerimaan perpajakan (baik Pajak Pertambahan Nilai/PPN maupun Cukai), konsumsi listrik, dan penjualan kendaraan bermotor. Peningkatan penjualan listrik juga menjadi indikator yang cukup jelas untuk menggambarkan peningkatan aktifitas masyarakat dan dunia usaha. Indikasi perbaikan konsumsi masyarakat, juga terlihat pada meningkatnya pertumbuhan kredit konsumsi.

Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto, PMTB) terus mengalami penguatan. Di triwulan III, PMTB tumbuh sebesar 8,8 persen (y-oy), lebih tinggi dibanding triwulan I dan II yang masing-masing mencapai 7,7 persen dan 6,9 persen atau jauh di atas pertumbuhan triwulan yang sama tahun 2006 sebesar 1,29%. Hal tersebut menyebabkan tingginya pertumbuhan PMTB selama tahun 2007 yang mencapai 7,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penguatan kegiatan investasi antara lain tercermin pada membaiknya perkembangan indikator investasi bangunan, seperti konsumsi semen yang mencatat pertumbuhan positif. Pertumbuhan investasi yang positif ini juga ditopang oleh peningkatan kredit investasi, meskipun belum terlalu kuat. Demikian pula realisasi penanaman modal terus menunjukan tren meningkat. Dalam periode Januari–September 2007 (yearly basis), realisasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) secara kumulatif tumbuh masing-masing sebesar 95,7 persen dan 164,5 persen. Kondisi ini mencerminkan terus meningkatnya kepercayaan investor dalam dan luar negeri atas perkembangan ekonomi makro dan penurunan tingkat risiko investasi, serta meningkatnya keyakinan atau kepercayaan akan kebijakan pemerintah yang diambil selama ini sehingga tertarik untuk melakukan investasi dalam jangka panjang melalui pembangunan fisik.

Kinerja ekspor barang dan jasa yang masih berperan sebagai penunjang utama pertumbuhan ekonomi, cenderung melambat di triwulan III 2007. Pertumbuhan ekspor melambat menjadi sebesar 7,8 persen (y-o-y) dibanding pertumbuhan ekspor di triwulan I sebesar 8,9 persen dan II sebesar 9,8% ataupun pertumbuhan di triwulan II tahun 2006 sebesar 8,17%. Melemahnya ekspor barang dan jasa selain disebabkan oleh melambatnya permintaan dunia juga dipicu oleh terus meningkatnya harga beberapa komoditi dunia yang menjadi andalan ekspor Indonesia seperti karet, minyak goreng (CPO), dan tembaga.

Sementara itu, pertumbuhan impor barang dan jasa masih menunjukkan kecenderungan meningkat. Di triwulan III, impor barang dan jasa tumbuh sebesar 8,1 persen, atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II 2007 yang tumbuh 7,2 persen, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tiwulan I 2007 sebesar 8,3 persen dan triwulan yang sama tahun 2006 sebesar 10,1 persen. Peningkatan pertumbuhan impor barang dan jasa diantaranya disebabkan oleh peningkatan impor barang modal, terkait dengan peningkatan kapasitas produksi di dalam negeri. Jenis impor barang modal tersebut antara lain besi/baja, mesin serta pesawat mekanik, serta mesin dan peralatan listrik. Sementara itu, impor barang konsumsi dan bahan baku/penolong meningkat, sejalan dengan meningkatnya konsumsi dan kegiatan produksi. Kecenderungan peningkatan impor bahan baku dan barang konsumsi antara lain disebabkan oleh meningkatnya pendapatan masyarakat.

Dari sisi penawaran, kinerja perekonomian di triwulan III tahun 2007 ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan hampir seluruh sektor ekonomi, khususnya sektor pertanian, industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel dan restauran. Sektor pertanian yang biasanya tumbuh lebih lambat di triwulan III tumbuh sebesar 8,9 persen (y-o-y), atau jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2006 yang justru tumbuh negatif 1,1 persen dan triwulan II 2006 sebesar 4,8 persen. Dengan perkembangan tersebut maka sektor pertanian memberikan sumbangan yang tertinggi terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan III yang mencapai sebesar 20,0 persen. Sementara itu, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restauran masing-masing memberikan sumbangan sebesar 18,5% terhadap pertumbuhan PDB.

Di tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat dan masih terbatas, stabilitas ekonomi makro masih tetap terpelihara. Hal ini terutama ditunjukkan oleh pergerakan nilai tukar rupiah yang cenderung menguat, tingkat inflasi yang relatif terkendali, dan suku bunga yang cenderung menurun. Dalam periode Januari – Oktober 2007 rata-rata nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan, yaitu dari rata-rata Rp. 9.178 per US$ dalam periode yang sama tahun 2006 menjadi rata-rata Rp9.106 per US$. Penguatan tersebut ditopang oleh membaiknya faktor fundamental, seperti peningkatan cadangan devisa, imbal hasil rupiah yang tetap menarik, serta faktor risiko yang tetap terjaga.

Penguatan nilai tukar rupiah diikuti pula dengan tetap terkendalinya inflasi. Hal ini tercermin pada tingkat inflasi dalam periode Januari-Oktober 2007 yang mencapai 5,24 persen (y-t-d), atau secara tahunan (y-o-y) mencapai 6,88%. Inflasi Oktober 2007 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,96 persen (y-t-d) atau 6,29 persen (y-o-y). Dilihat dari komponennya, inflasi kelompok barang yang harganya dikendalikan pemerintah (administered prices) pada periode yang sama mencapai 2,93 persen, sedangkan inflasi volatile foods mencapai 8,55 persen, dan inflasi inti (core inflation) mencapai 5,12 persen. Relatif rendahnya laju inflasi dalam sembilan bulan pertama tahun 2007 ini terutama didorong oleh kebijakan moneter yang cenderung berhati-hati, minimalnya tekanan inflasi kelompok barang yang harganya dikendalikan pemerintah (administered prices) dan kondisi permintaan agregat yang belum begitu menguat, serta relatif rendahnya tekanan inflasi dari sisi eksternal seiring dengan tren penguatan nilai tukar rupiah.

j63_grafik4.jpg j63_grafik5.jpg
Grafik 4. Inflasi 2006-2007

Grafik 5. Perkembangan BI Rate, SBI 3 bulan,
dan Fed Fund Rate 2005-2007

Seiring dengan menguatnya nilai tukar rupiah dan menurunnya inflasi, suku bunga perbankan dalam periode Januari–Oktober 2007 secara bertahap juga mengalami penurunan. Hal ini tidak terlepas dari langkah-langkah yang ditempuh Bank Indonesia dalam menurunkan suku bunga BI Rate secara bertahap, terukur dan berhati-hati sebagai perwujudan dari transformasi kebijakan moneter yang cenderung ketat (tight bias policy) menjadi sedikit longgar (cautious easing). Hingga Juli 2007 BI Rate telah mengalami penurunan sebesar 150 basis points (bps) dari 9,75 persen di akhir tahun 2006 menjadi 8,25 persen dan hingga Oktober 2007 BI Rate dipertahankan tetap pada level 8,25 persen. Penurunan BI rate ini diikuti oleh menurunnya suku bunga SBI 3 bulan, yaitu dari 9,50 persen pada akhir tahun 2006 menjadi 7,83 persen pada September 2007, atau terjadi penurunan 167 bps. Penurunan BI Rate dan suku bunga SBI tersebut diikuti pula dengan turunnya suku bunga simpanan dan kredit. Hingga september, penurunan suku bunga deposito dan kredit modal kerja selama tahun 2007 masing-masing telah mencapai 183 bps dan 176 bps, hingga masing-masing tercatat pada posisi 7,13% dan 13,3%. Penurunan suku bunga deposito tersebut masih terus berlangsung meskipun BI Rate cenderung tetap sejak Agustus 2007, bahkan penurunan kedua suku bunga tersebut telah melebihi penurunan BI Rate. Kondisi ini selain didorong oleh masih tingginya ekses likuiditas perbankan, juga disebabkan oleh masih optimisnya dunia perbankan terhadap kondisi perekonomian ke depan.

Meskipun suku bunga perbankan menunjukkan kecenderungan menurun, namun berbagai indikator perbankan memperlihatkan kinerja yang semakin membaik. Hal ini antara lain tercermin tercermin pada pertumbuhan total aset, jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh perbankan dan jumlah kredit yang disalurkan. Total aset industri perbankan sampai September 2007 meningkat menjadi Rp1.850,5 triliun, atau lebih tinggi 9,27 persen dari total aset akhir tahun 2006 sebesar Rp1.693,5 triliun. Sementara itu, DPK yang berhasil dihimpun mencapai Rp1.400,6 triliun, atau meningkat sekitar 8,83 persen dibanding akhir tahun 2006. Demikian pula jumlah kredit yang disalurkan perbankan secara keseluruhan bertambah menjadi Rp956,7 triliun atau meningkat sekitar 14,93 persen dibandingkan posisi akhir tahun sebelumnya. Total kredit yang disalurkan ini mengalami akselerasi yang cepat sejak semester II 2007 dan diperkirakan akan melampaui targetnya yang ditetapkan di awal tahun sebesar 18,0 persen. Peningkatan DPK yang dibarengi dengan peningkatan kredit perbankan menyebabkan LDR (loan to deposit ratio) meningkat dari 61,6 persen pada bulan Desember 2006 menjadi 68,3 persen pada September 2007. Namun demikian, posisi pinjaman bermasalah (non-performing loans, NPL) di periode yang sama justru mengalami penurunan menjadi 5,75 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2006 sebesar 6,98 persen. Sementara itu, indikator lainnya seperti rasio kecukupan modal bank (capital adequacy ratio/CAR) menurun dari 20,47 persen pada akhir tahun 2006 menjadi 19,96 persen, sedangkan return on assets (ROA) meningkat dari 2,63 persen menjadi 2,78 persen. Perubahan kedua indikator ini sejalan dengan pertambahan kredit perbankan.

Semakin membaiknya kinerja berbagai indikator ekonomi makro yang diiringi dengan tetap terjaganya stabilitas ekonomi makro turut memengaruhi optimisme dan meningkatnya kepercayaan investor asing, terutama di pasar saham dan obligasi, sehingga mendorong investor asing untuk menambah portofolio dalam bentuk saham dan obligasi, khususnya Surat Berharga Negara (SBN) di Indonesia. Hal ini tercermin pada posisi beli netto (net buying) asing atas saham dan SBN yang masing-masing mencapai Rp27,6 triliun dan Rp26,0 triliun pada periode Januari-Oktober 2007. Tingginya animo investor asing dalam perdagangan saham turut mempengaruhi pemodal lokal untuk melakukan hal yang sama, sehingga menyebabkan menguatnya indeks harga saham gabungan (IHSG). Pada penutupan perdagangan akhir Oktober 2007 IHSG mencapai 2.643,5, atau naik 43,97 persen dibandingkan indeks pada awal tahun 2007 yang mencapai 1.836,2.

j63_grafik6.jpg j63_grafik7.jpg

Grafik 6. Net Beli Asing di Pasar Saham

Grafik 7. Net Beli Asing di SBN


Namun demikian, penguatan kinerja pertumbuhan ekonomi dan tetap terpeliharanya stabilitas ekonomi makro memasuki semester II dibayang-bayangi oleh tingginya harga minyak mentah di pasar internasional. Tingginya harga minyak mentah ini selain dipengaruhi oleh faktor fundamental akibat peningkatan permintaan yang lebih besar dibandingkan penawaran, juga dipicu oleh sentimen negatif yang muncul akibat ketegangan geopolitik di negara-negara penghasil minyak seperti Irak dan Nigeria. Selain sebagai dampak dari kondisi fundamental yang ada tersebut, peningkatan harga minyak juga semakin dipacu oleh meningkatnya spekulasi sebagai dampak dari tingginya ekses likuiditas secara global. Kondisi ini telah mendorong naiknya harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian crude oil, ICP) dari US$52,8 per barel pada awal tahun 2007 menjadi US$82,6 per barel pada Januari-Oktober 2007.

Outlook Fiskal 2007
Kondisi perkiraan realisasi perekonomian domestik dan dunia di 2007 tentunya akan berpengaruh terhadap pencapaian realisasi APBN. Perlambatan perekonomian Amerika Serikat dan Eropa terkait krisis kredit perumahan (subprime mortgage) dan kenaikan komoditas internasional khususnya harga minyak mentah tentunya berpengaruh terhadap outlook fiskal di tahun 2007. Berbagai dampak baik langsung maupun tidak langsung tentunya akan mempengaruhi besaran APBN di tahun 2007.

Dampak kenaikan harga minyak mentah di pasar internasional dapat dilihat dari dua aspek yaitu neraca pembayaran (balance of payments) dan anggaran negara (APBN 2007). Dari perspektif neraca pembayaran kenaikan harga minyak akan mendorong naiknya nilai ekspor minyak dan gas, dengan asumsi (ceteris paribus) volume ekspor tidak mengalami perubahan. Apabila kenaikan harga tersebut diikuti pula dengan bertambahnya volume ekspor, maka tambahan nilai ekspor minyak dan gas akan lebih besar lagi. Karena nilai ekspor minyak dan gas selain dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak internasional juga sangat ditentukan oleh volume ekspornya. Meskipun demikian, kenaikan harga minyak itu tidak lagi bisa dianggap sebagai windfall profit sebagaimana yang terjadi pada masa lalu. Hal ini antara lain disebabkan karena Indonesia juga melakukan impor minyak untuk memenuhi permintaan (konsumsi) di dalam negeri, akibat kapasitas produksi minyak dan gas di dalam negeri yang relatif rendah. Bahkan belakangan ini kapasitas produksi minyak mentah Indonesia tidak sanggup memenuhi kuota produksi yang telah ditetapkan oleh OPEC. Oleh karena itu, dapat dipahami kenapa setiap kenaikan harga minyak cenderung diikuti dengan bertambahnya nilai impor.

Jika kita melihat indikator ekonomi, kenaikan harga minyak tentunya juga akan mempengaruhi asumsi yang digunakan dalam penghitungan APBN. Untuk inflasi, perkiraan realisasi berada dalam kisaran 6,4% – 6,5%, rata rata nilai tukar bergeser dari Rp. 9050 menjadi Rp. 9125, SBI 3 bulan relatif tidak berubah, harga minyak berada pada level 70$ USD/Barel, lifting minyak 0,910 juta barel/hari dan cadangan devisa meningkat menjadi 55,6$ milliar USD.

j63_table4.jpg

Dilihat dari perspektif anggaran negara (APBN 2007) harga minyak mentah dunia, yang biasanya diikuti pula dengan naiknya harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude oil price, ICP) menyebabkan terjadinya peningkatan pada beberapa pos belanja negara, terutama subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan subsidi listrik. Sedikitnya ada enam parameter yang mendorong terjadinya lonjakan anggaran belanja subsidi ini, yaitu: (i) menurunnya lifting minyak dari target APBN; (ii) peningkatan konsumsi BBM; (iii) bertambahnya konsumsi BBM PT Perusahaan Listrik Negara (PLN); (iv) jumlah konversi minyak tanah ke LPG yang lebih rendah dari harapan; (v) harga jual solar Pertamina ke PLN yang ditetapkan pada parjin alpha yang lebih tinggi; dan (vi) melonjaknya proporsi BBM PLN melebihi yang ditetapkan dalam APBN-P 2007.

Dampaknya, Jika tidak memperhitungkan aspek lain seperti lifting serta parameter parameter lainnya untuk menghitung subsidi yang digunakan dalam APBN dan hanya melihat dari variabel kenaikan harga minyak mentah saja, kondisi APBN akan lebih diuntungkan. Hal ini dikarenakan pada kenyatannya bahwa kenaikan harga minyak mentah dunia ternyata telah meningkatkan neraca perdagangan (trade balance) migas dan juga meningkatkan posisi cadangan devisa. Dan tentunya, seiring dengan meningkatnya surplus neraca perdagangan migas ini, penerimaan migas APBN, baik dalam bentuk PPh Migas dan PNBP Migas akan meningkat.

Pada kenyataannya berbagai variabel yang terkait dengan minyak seluruhnya ikut bergerak. Lifting minyak, misalnya diperkirakan hanya mencapai 0,910 juta barel per hari (bph), demikian juga dengan terjadinya peningkatan konsumsi BBM baik yang dikonsumsi oleh masyarakat maupun konsumsi BBM untuk PLN. Hal lain yang juga berpengaruh terhadap kenaikan harga minyak mentah ini adalah program konversi minyak tanah ke LPG ternyata tidak sesuai harapan sehingga konsumsi minyak tanah masih tinggi. Kondisi-kondisi inilah yang menjadi sebab mengapa besaran subsidi BBM menjadi bertambah, dan tentunya menjadi tidak mengherankan jika kenaikan harga minyak mentah ini menimbulkan kerugian bagi APBN 2007 karena tambahan penerimaan migas lebih rendah dari tambahan belanja migas.

Walaupun meningkatnya beban subsidi BBM ini akan membebani APBN 2007, di sisi lain hal ini mengindikasikan gejala yang positif terhadap perekonomian Indonesia. Sebagaimana telah disebutkan di atas, kenaikan subsidi BBM (termasuk listrik) tidak semata-mata karena kenaikan harga minyak yang kita impor untuk kebutuhan BBM di dalam negeri, tetapi juga disebabkan oleh meningkatnya aktivitas perekonomian. Hal ini bisa dilihat bahwa selama tahun 2007, penjualan kendaraan bermotor (mobil dan sepeda motor) mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2006. Selain itu, konsumsi penggunaan listrik (baik industri dan rumah tangga) dan penjualan semen juga meningkat. Artinya, sinyalemen meningkatnya subsidi BBM ini menunjukkan bahwa roda perekonomian selama tahun 2007 telah berjalan secara baik.

Di sisi lain, sejalan dengan meningkatnya harganya minyak mentah, pemerintah juga berpeluang mendapatkan windfall profit dari meningkatnya laba BUMN Pertambangan (seperti Pertamina, Antam, Bukit Asam, dan Timah), sehingga dividen pemerintah akan meningkat. Selain komoditas pertambangan, kenaikan harga CPO juga akan memberikan tambahan penerimaan APBN sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mengenakan Pungutan Ekspor (PE) untuk CPO sebesar 10% pada akhir tahun ini.

Dari sisi belanja negara, pemerintah melakukan sejumlah langkah efisiensi belanja di tingkat pusat baik dalam bentuk belanja pegawai, belanja barang, belanja modal (dengan mempertimbangkan penyerapan alamiah), belanja bunga hutang dan juga belanja lain lain. Diperkirakan bahwa selama tahun 2007, belanja pusat akan dapat dihemat sebesar Rp19,6 triliun.

Dengan kombinasi penyesuaian antara sisi penerimaan dan sisi belanja, posisi APBN 2007 akan tetap dalam posisi aman. Dalam artian, target defisit sebesar 1,5% dari PDB dapat dipertahankan.

Prospek Perekonomian di 2008: Tantangan Dan Upaya Mencapai Target Pembangunan Ekonomi 2008
Kebijakan Fiskal 2008
Berpijak pada beberapa indikator perekonomian yang ada sampai dengan kuartal III 2007, kinerja perekonomian Indonesia di 2008 masih cukup menjanjikan. Hal ini didasarkan oleh pulihnya konsumsi masyarakat, cukup kuatnya ekspor, dan meningkatnya investasi yang sejalan dengan meningkatnya stabilitas ekonomi dan meningkatnya kepercayaan pelaku pasar di dalam dan luar negeri. Kondisi ini memberikan harapan terhadap masih akan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Secara fundamental, perekonomian nasional terus menunjukkan perbaikan yang tercermin dari meningkatnya surplus neraca pembayaran sehingga nilai tukar ke depan diperkirakan masih akan stabil. Sejalan dengan itu, terkendalinya pasokan bahan makanan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian mendorong terus menurunnya inflasi yang pada gilirannya membuka peluang terhadap menurunnya suku bunga SBI. Di perekonomian internasional, melambatnya perkiraan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara tentunya diharapkan akan mendorong stabilnya harga minyak di pasaran internasional. Bersamaan dengan itu, upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengoptimalkan produksi minyak diharapkan mampu meningkatkan lifting minyak di 2008.
Kebijakan fiskal 2008 diarahkan untuk mendukung arah kebijakan ekonomi makro 2008 yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan serta upaya pemantapan stabilitas ekonomi. Sejalan dengan itu, kebijakan fiskal 2008 diarahkan untuk:
1. Memberikan dorongan terhadap perekonomian dalam batas kemampuan negara dengan tetap menjaga ketahanan fiskal yang berkelanjutan. Dalam upaya untuk memberikan stimulus fiskal, langkah-langkah yang dilakukan adalah:
a. Di bidang perpajakan dilakukan amandemen undang-undang perpajakan yang meliputi penurunan tarif dan lapisan tarif, kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), pemberian fasilitas bebas PPN bagi produk primer, serta fasilitas PPh untuk daerah dan produk tertentu.
b. Di bidang belanja negara, dilakukan melalui peningkatan anggaran belanja pemerintah pusat yang tercermin dari kenaikan belanja kementerian dan lembaga. Di sisi lain, upaya stimulus juga dilakukan dengan mendorong peningkatan yang signifikan belanja modal untuk penyediaan infrastruktur. Selain itu, terkait dengan program pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas, belanja bantuan sosial juga meningkat signifikan. Stimulus bagi perkembangan daerah juga dilakukan melalui laokasi belanja ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK).

2. Memantapkan kondisi fiskal yang berkelanjutan dengan cara:
a. Melanjutkan langkah-langkah konsolidasi fiskal dengan menjaga tingkat defisit yang terkendali dari aspek pembiayaan.
b. Menjaga keseimbangan primer (pendapatan dikurangi dengan belanja di luar pembayaran bunga utang) terus positif.
c. Memantapkan strategi pengelolaan utang guna mengurangi risiko dinamika eksternal.

Dengan arah kebijakan fiskal tersebut, maka defisit anggaran dalam tahun 2008 ditetapkan sebesar 1,7 persen terhadap PDB. Defisit tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi 2006 sebesar 0,9 persen terhadap PDB, dan juga lebih tinggi dibandingkan perkiraan defist anggaran tahun 2007 sebesar 1,5 persen terhadap PDB. Meskipun demikian, dari sisi pembiayaan, rasio utang terhadap PDB ditargetkan semakin menurun.

Tantangan Perekonomian Tahun 2008
Masih cukup baiknya beberapa indikator perekonomian domestik di 2007, diperkirakan akan masih berlanjut di tahun 2008 sehingga mendukung keberhasilan realisasi APBN 2008. Namun beberapa risiko khususnya di kawasan internasional dikhawatirkan akan memberikan dampak downside risk, seperti:

  1. Semakin melemahnya perkiraan pertumbuhan perekonomian dunia. Hal ini sebagai mana tercermin dari lebih rendahnya proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2008 dari perkiraan semula 5,2 persen menjadi 4,8 persen. Koreksi pertumbuhan ekonomi dunia tersebut terjadi baik di negara maju maupun berkembang. Selain itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi beberapa negara mitra dagang utama Indonesia seperti Jepang, Amerika Serikat, dan kawasan Uni Eropa juga mengalami penurunan. Hal ini tentunya akan berakibat terhadap menurunnya penerimaan ekspor Indonesia yang merupakan sumber utama perekonomian Indonesia, sehingga pada gilirannya akan berpotensi pada lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, masih tingginya perekonomian China, Singapura, dan India diharapkan dapat mendorong tingginya ekspor Indonesia di 2008.
  2. Kekhawatiran akan masih meningkatnya harga komoditas primer dunia khususnya minyak. Kondisi ini akan memberikan dampak signifikan terhadap meningkatnya beban APBN terutama untuk pengeluaran subsidi BBM. Selain itu, peningkatan harga komoditas dunia juga akan berpotensi untuk memberikan tekanan terhadap inflasi di dalam negeri. Potensi peningkatan inflasi tersebut menjadi semakin tinggi apabila terjadi pengurangan suplai makanan dunia seiring dengan global warming dan upaya konversi ke biofuel. Untuk itu, diperlukan berbagai upaya untuk melakukan diversifikasi dan pemanfaatan energi alternatif guna mengurangi ketergantungan minyak. Selain itu, diperlukan kebijakan untuk meningkatkan ketahanan pangan dalam negeri.
  3. Kembali meningkatnya inflasi dunia seiring dengan meningkatnya harga minyak yang akan berakibat terhadap pengetatan kebijakan moneter di beberapa negara. Pengetatan kebijakan moneter khususnya di negara mitra dagang utama Indonesia, selain dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap ekspor Indonesia juga akan berdampak terhadap mengalirnya aliran modal ke luar negeri yang berdampak terhadap semakin melemahnya nilai tukar dalam negeri.
  4. Masih tingginya ekses likuiditas dunia dan semakin terintegrasinya pasar keuangan dunia dikahwatirkan akan berdampak terhadap meningkatnya fluktuasi nilai tukar rupiah. Hal ini disebabkan oleh mudahnya aliran modal baik masuk maupun keluar dari Indonesia. Selain itu, kondisi tersebut dapat mendorong meningkatnya contagion effect, sehingga memburuknya pasar keuangan regional maupun internasional akan berdampak terhadap arus modal keluar yang cepat dari pasar keuangan dalam negeri.
  5. Di dalam negeri, persiapan menjelang Pemilu 2009 dikhawatirkan dapat meningkatkan sentimen negatif di perekonomian domestik. Hal ini dapat terjadi apabila persiapan Pemilu terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Upaya Mencapai Target Pembangunan Ekonomi 2008
Tujuan pelaksanaan pembangunan ekonomi dalam tahun 2008 adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat secara utuh. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah telah menetapkan beberapa target, sebagai berikut: pertama, percepatan pertumbuhan ekonomi (pro growth) yang berkualitas dengan dukungan stabilitas ekonomi yang tetap terjaga; kedua, mengurangi pengangguran (pro-job); dan ketiga, mengurangi kemiskinan (pro-poor).

Pengelolaan ekonomi yang pro growth dimaksudkan untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan disertai pemerataan distribusi pendapatan (growth with equity). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu sasaran pokok yang menjadi indikator perbaikan kondisi perekonomian. Namun sasaran pertumbuhan ekonomi yang tinggi belumlah menjadi jaminan bahwa kesejahteraan masyarakat meningkat secara merata. Oleh karena itu, laju pertumbuhan ekonomi seyogyanya diiringi dengan pemerataan distribusi pendapatan sebagai dua sasaran yang sama pentingnya yang harus dicapai agar hasil-hasil pertumbuhan tersebut dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan kata lain, sasaran pembangunan tidak hanya berhenti sampai dengan laju pertumbuhan yang tinggi, melainkan pertumbuhan yang berkualitas dengan memperhitungkan pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan.

Pengelolaan ekonomi yang pro job lebih menekankan pada percepatan perluasan lapangan pekerjaan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mencerminkan adanya peningkatan aktivitas dunia usaha dan ekonomi yang pada gilirannya akan memberikan peluang yang lebih besar kepada angkatan kerja di pasar. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dapat tercapai bila disertai dengan peningkatan kesempatan kerja dan penurunan tingkat pengangguran di masyarakat. Peningkatan jumlah partisipasi angkatan kerja dan penurunan tingkat pengangguran merupakan gambaran kemampuan masyarakat untuk mengambil manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan menikmati bagian dari peningkatan pendapatan. Berkenaan dengan hal tersebut, pada tahun 2008 pemerintah menetapkan sasaran indikator makro kegiatan pembangunan yang salah satunya berupa penurunan tingkat pengangguran pada kisaran 8% hingga 9%. Sasaran tersebut diantaranya akan dicapai melalui berbagai kebijakan untuk mendorong aktivitas disektor-sektor ekonomi, terutama yang mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Kebijakan yang mampu menopang pengembangan sektor riil, khususnya di sektor manufaktur dan pertanian, akan menjadi kebijakan-kebijakan yang mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerintah.

Sementara, pengelolaan ekonomi yang pro poor diarahkan untuk menanggulangi kemiskinan. Menurunnya jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan menjadi satu indikator yang secara langsung menunjukkan peningkatan tingkat kesejahteraan nasional. Penetapan sasaran penanggulangan kemiskinan dan masalah-masalah di dalamnya dimaksudkan agar kebijakan-kebijakan dan program pemerintah dapat secara langsung menyentuh masyarakat yang berada di lapisan bawah. Sasaran tersebut tidak hanya diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, melainkan juga untuk memberikan akses yang lebih luas ke berbagai sarana dan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sebagainya. Upaya-upaya tersebut dilaksanakan sejalan dengan komitmen pemerintah untuk menjalankan program millenium development goals. Berdasarkan target-target tersebut diharapkan dapat menciptakan distribusi pendapatan yang lebih merata (growth with equity).

Sedikitnya ada tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi keberhasilan pencapaian target-target pembangunan tersebut.

Pertama, kebijakan yang baik (good policies). Untuk mendukung upaya pencapaian target pembangunan ekonomi tersebut di atas, maka pemerintah telah menetapkan berbagai dukungan kebijakan, yaitu koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal, antara kebijakan fiskal dan desentralisasi serta kebijakan yang diarahkan untuk memelihara stabilitas ekonomi makro. Di samping itu, pemerintah akan menempuh berbagai langkah untuk meningkatkan ketahanan sektor keuangan, menciptakan iklim investasi yang lebih baik, percepatan pembangunan infrastruktur, serta penguatan dan peningkatan peran usaha kecil dan menengah (UMKM). Melalui berbagai langkah-langkah kebijakan tersebut diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pada gilirannya dapat menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran.

Dalam rangka mendukung upaya pencapaian sasaran pembangunan dan tujuan pengelolaan ekonomi nasional, pemerintah telah menetapkan tiga paket kebijakan ekonomi, yang meliputi menciptakan iklim investasi yang lebih baik, membangun infrastruktur untuk menurunkan kemiskinan dan pengangguran, serta memperkuat dan meningkatkan peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)

Di bidang perbaikan iklim investasi, pemerintah telah melakukan berbagai pembaharuan dengan menerbitkan beberapa kebijakan serta perbaikan administrasi seperti (1) kebijakan dan administrasi perpajakan; (2) kebijakan dan administrasi kepabeanan; serta (3) kebijakan investasi.

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang perpajakan dengan merevisi beberapa undang-undang yang meliputi Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Daerah. Sementara itu, untuk memperbaiki pelayanan perpajakan, pemerintah juga telah mengembangkan sistem administrasi perpajakan melalui modernisasi kantor pajak dengan membentuk LTO (Large tax Office), MTO (Medium Tax Office), dan STO (Small Tax Office).

Dalam bidang kepabeanan, pemerintah juga mengeluarkan beberapa kebijakan yang antara lain diwujudkan dengan revisi Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. Selain itu, pemerintah juga berusaha meningkatkan pelayanan kepabeanan dengan memperbaiki administrasi kepabeanan yang dimanifestasikan dalam reformasi kantor pelayanan (seperti KPU tanjung Priok), penertiban illegal cukai (untuk rokok dan minuman alkohol), serta National Single Window (NSW). Sedangkan wujud dari kebijakan investasi antara lain ditandai dengan diterbitkannya Undang-undang Investasi dan Undang-undang Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone).

Dengan kebijakan dan perbaikan administrasi tersebut, pada tahun 2008 pertumbuhan investasi diproyeksikan melebihi rata-rata pertumbuhan historis yang berada pada kisaran 6,7 % (2001–2005). Kondisi ini juga didukung oleh optimisme perbaikan ekonomi, penurunan tingkat suku bunga, stabilitas nilai tukar, kemajuan iklim investasi, serta implementasi proyek infrastruktur.

Di bidang kebijakan pembangunan infrastruktur, akan diprioritaskan pada peningkatan belanja negara untuk infrastruktur, restrukturisasi utang PDAM dan investasi pembangkit listrik. Pembangunan infrastruktur dasar akan lebih ditekankan pada pembangunan jalan, pembangunan jembatan, pembangunan irigasi, pembangunan rel kereta api, pelabuhan laut, dan pelabuhan udara. Komponen infrastruktur lainnya yang mendapat perhatian pada 2008 adalah pembangunan pembangkit listrik dan gedung-gedung sekolah.

Untuk meningkatkan partisipasi swasta dalam pembangunan, pemerintah juga menerapkan kerangka kebijakan umum serta pembagian risiko yang adil dan sehat melalui skema public private partnership (PPP) demi meningkatkan transparansi dan kompetisi yang sehat. Proyek infrastruktur yang didanai melalui sekma PPP ini meliputi pembangunan jalan tol trans-jawa dan JORR dengan investasi tanah oleh pemerintah, pembangunan monorel di Jakarta dengan jaminan APBN dan APBD atas jumlah penumpang setiap hari, dan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW yang berbasis batubara dengan mendapatkan jaminan penuh dari pemerintah.

Kedua, agar kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka dibutuhkan institusi yang baik (good institutions). Pemerintah tengah mengupayakan langkah-langkah reformasi birokrasi, sehingga diharapkan akan menghasilkan struktur organisasi yang efisien dan kompeten. Dalam rangka memperbaiki institusi publik, pemerintah telah mulai melakukan perbaikan di lingkungan institusi tersebut dengan reformasi birokrasi. Reformasi ini dimaksudkan agar nantinya akan terbentuk struktur organisasi yang efisien dan kompeten, ada check and balance sehingga terbentuk disiplin internal yang kuat untuk menghindari tindakan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, terjaga dari conflict of interest seperti lobby yang tidak sehat, ada fleksibilitas, reward and punishment yang efektif dan sesuai, ada remunerasi yang wajar yang sesuai dengan tanggung jawab dan risiko pekerjaan, serta terwujud transparansi dan dapat dimonitor oleh publik seperti DPR, media masa dan masyarakat.

Reformasi birokrasi di lingkungan Departmen Keuangan merupakan wujud nyata dari reformasi birokrasi yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Reformasi birokrasi tersebut meliputi, antara lain, (1) peningkatan kualitas birokrasi; (2) perbaikan business process, job grading, job qualification, dan job evaluation; (3) key performance Indicators dan Standard Opertional Procedure (SOP); (4) peningkatan pelayanan pajak, kepabeanan, perbendaharaan, dan pengelolaan aset; (5) peningkatan kredibilitas dalam membuat kebijakan, pengelolaan utang, pasar modal, dan lembaga keuangan non bank; serta (6) remunerasi yang wajar berdasarkan kriteria (1) sampai dengan (5).

Institusi inilah yang nantinya akan mengaplikasikan kebijakan yang telah disusun pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah telah berusaha membangun dan mengembangkan institusi publik yang baik (termasuk birokrasi). Institusi tersebut diharapkan: (1) dapat merancang kebijakan yang baik dan kredibel; (2) dapat melaksanakan kebijakan dengan efektif; serta (3) tidak menjadi bagian dari masalah tetapi justru menjadi bagian dari solusi.

Ketiga, Perlu juga disadari bahwa, kebijakan yang bagus (good policies) dan institusi yang baik (good institutions) tidak dapat menjadi jaminan bahwa tujuan pengelolaan ekonomi yang pro growth, pro job dan pro poor dapat tercapai dengan baik. Oleh kerena masih dibutuh komponen yang ketiga yaitu good luck (kondisi yang mendukung/ keberuntungan). Hal ini dikarenakan adanya lingkungan eksternal yang berada di luar jangkuan dan kendali pemerintah yang tidak selalu tenang dan ramah. Lingkungan eksternal tersebut meliputi antara lain situasi geopolitik seperti perang, bencana alam seperti banjir dan gempa bumi, dan harga komoditi yang tidak menentu seperti minyak, gas, dan CPO (Crude Palm Oil). Untuk mengantisipasi hal ini langkah langkah antisipatif perlu di tempuh oleh pemerintah untuk mengamankannya dengan meminimalisasi resiko termasuk dengan jalan pengambilan pilihan kebijakan yang sulit sekalipun.

Kesimpulan
Perkembangan perekonomian Indonesia sampai dengan semester I 2007 menunjukkan trend yang membaik setelah mengalami tantangan yang cukup berat di awal tahun 2006. Namun dalam perkembangannya telah terjadi perubahan Kondisi perekonomian internasional semenjak semester II 2007 yang dipicu oleh krisis perumahan (subprime mortgage) di Amerika Serikat dan tingginya harga minyak yang diikuti dengan meningkatnya berbagai harga komoditi internasional sehingga diperkirakan akan berdampak terhadap semakin melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia dan meningkatnya tekanan inflasi dunia di triwulan IV 2007 dan juga di tahun 2008.

Meskipun terdapat perkembangan yang kurang menggembirakan di kawasan internasional, sebagian besar asumsi besaran makro di 2007 kecuali harga minyak tidak jauh berbeda. Dengan kombinasi penyesuaian antara sisi penerimaan dan sisi belanja, posisi APBN 2007 akan tetap dalam posisi aman. Dalam artian, target defisit sebesar 1,5% dari PDB dapat dipertahankan.

Di tahun 2008, kalaupun harga minyak masih tetap tinggi, dengan neraca perdagangan migas yang masih surplus, APBN 2008 akan tetap terjaga. Tentunya hal ini juga harus diikuti dengan melakukan berbagai pilihan kebijakan termasuk yang sulit sekalipun yang diantaranya adalah pemberian subsidi yang tepat sasaran, optimalisasi produksi minyak, penggunaan lampu hemat energi, program konversi “minyak tanah��? ke LPG harus berjalan sesuai dengan yang direncanakan, pengenaan PPN terhadap golongan tarif R1-R3 khususnya dengan daya 900 VA ke atas, percepatan pengurangan penggunaan BBM (fuel mix) untuk pembangkit listrik, mempercepat program energi alternatif mengurangi penggunaan BBM, khususnya untuk pembangkit tenaga listrik, memastikan harga penjualan HSD dari Pertamina ke PLN sesuai rencana. Tentunya dukungan dari semua pihak akan sangat diperlukan dalam rangka mengawal arah perekonomian tahun 2008 sehingga akan tercapai sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.

______________________________
1 Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2004-2009 dalam RPJM Nasional.
2 Fed Fund Rate adalah merupakan target suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) di pasar uang antar bank yang menjadi patokan bagi bank dalam melakukan pinjam meminjam dana dengan jangka waktu satu hari (over night).
3 Rendahnya suku bunga di Jepang mendorong para pelaku pasar untuk meminjam dana di Jepang dan menanamkan dananya ke negara-negara emerging market seperti di China, negara-negara ASEAN, dan Amerika Latin yang memiliki suku bunga yang lebih tinggi atau biasa disebut dengan Yen carry trade. Kebijakan moneter ketat yang berdampak terhadap meningkatnya suku bunga domestik di Jepang, mendorong pelaku pasar untuk mengembalikan dananya kembali ke Jepang dan melunasi pinjamannya.
4 Fed Fund Rate adalah merupakan target suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) di pasar uang antar bank yang menjadi patokan bagi bank dalam melakukan pinjam meminjam dana dengan jangka waktu satu hari (over night).

0 comments:

Post a Comment