
Sistem Multipartai, Presidensial, dan Persoalan Efektivitas Pemerintah
Abstrak
Artikel ini berpendapat bahwa salah satu faktor utama permasalahan efektivitas dan stabilitas pemerintah saat ini disebabkan oleh kombinasi sistem pemerintahan dan sistem kepartaian, sistem presidensial dan multipartai, tidak mendukung terciptanya sebuah pemerintahan yang efektif dan stabil. Meskipun demikian, tidak dapat dinafikan bahwa faktor personal pejabat presiden juga mempengaruhi efektivitas dan stabilitas pemerintahan yang dipimpinnya. Artikel ini kemudian menyimpulkan bahwa untuk menciptakan sebuah pemerintah yang efektif dan stabil maka diperlukan sebuah perubahan di dalam sistem politik di Indonesia. Sistem presidensial dapat mewujudkan pemerintah yang efektif dan stabil jika dikombinasikan dengan sistem kepartaian yang sederhana.
Pendahuluan
Perdebatan paling seru menjelang di selenggarakannya hajatan nasional, pemilu 2009, adalah bagaimana melanjutkan reformasi di bidang politik, khususnya sistem pemilu dan pemerintahan, yang ditujukan untuk memperkuat stabilitas dan meningkatkan efektifitas dalam mengimplementasikan kebijakan- kebijakan pemerintah.
Tidak sedikit ahli politik berpendapat bahwa pasca turunnya Presiden Suharto, stabilitas dan efektivitas pemerintahan dinilai lemah. Kebijakan- kebijakan pemerintah tidak efektif di implementasikan, bahkan pemerintah terpilih dapat diberhentikan ditengah masa kerjanya. Contoh yang paling mudah diingat adalah ketika Presiden Abdurrahman Wahid diturunkan dari jabatannya oleh MPR. Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudoyono tidak sedikit kebijakan-kebijakan atau program-program pemerintah mendapatkan perlawanan bahkan penolakan dari DPR, misalnya pengangkatan Gubernur BI, rencana meningkatkan BBM, dan sebagainya. Berbaliknya pendulum politik di Indonesia pasca turunnya Presiden Suharto tidak lepas dari hasil amandemen UUD 1945.
Posisi presiden yang terlalu dominan di dalam sistem politik Indonesia dianggap sebagai salah satu faktor yang mendorong munculnya pemerintahan yang otoriter. Oleh karena itu dalam proses amandemen UUD 1945 kekuasaan presiden dikurangi, disisi lain kekuasaan parlemen ditambah dan dipertegas. Amandemen ini sebenarnya dilakukan untuk menjamin terjadinya proses checks and balances antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Namun dalam kenyataanya, akibat dari amandemen adalah hubungan antara kedua lembaga ini menjadi disharmoni. Akibat dari ketidakharmonisan hubungan antara kedua lembaga ini menyebabkan implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah tidak berjalan dengan efektif.
Penulis berpendapat bahwa masalah dari ketidakefektifan implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah karena terdapat hubungan yang tidak harmonis antara lembaga eksekutif dengan parlemen. Akar permasalahan ini paling tidak ada 2 (dua) faktor. Pertama adalah sistem politik yang diimplementasikan oleh Indonesia, sistem presidensial dan sistem multipartai, tidak mendukung terciptanya pemerintahan yang stabil dan efektif. Kedua adalah personal dan kapasitas yang menjadi presiden.
Oleh: Partono, SIP, MA
[Penulis adalah Peneliti Senior CETRO]
Klik gambar untuk membaca/mendownload artikel selengkapnya [PDF file]
0 comments:
Post a Comment