METAMORFOSIS

:::Hanya catatan kecil & kliping artikel:::

More About Me...

hanya seorang anak manusia yang sedang belajar memaknai hidup, tapi ada yang pernah bilang "jangan hanya bisa mencari makna, tapi lakukan sesuatu untuk menemukannya", dan ada lagi yang bilang bahwa manusia yang hanya berorientasi pada makna maka dia akan selalu terjebak di masa lalunya dan selalu ragu dengan masa depannya. akhirnya saya memutuskan untuk menjalani hidup apa adanya, biar lebih hidup!

Another Tit-Bit...

seseorang pernah mengatakan "kalo ada sesuatu yang bisa dilakukan sekecil apapun, jika diawali dengan baik mungkin hasilnya akan besar"

Sistem Pemerintahan Mengarah ke Parlementer

Jakarta—Mantan Ketua DPR Akbar Tandjung mengatakan sistem pemerintahan saat ini mengarah ke sistem parlementer karena Presiden mengakomodasi kekuatan dari lembaga lain, seperti yang sering terjadi pada sistem parlementer. Hal ini dapat mengurangi soliditas pemerintahan.

Akbar Tandjung mengatakan itu dalam Dialog Nasional Antar Generasi bertema “Meluruskan Arah Reformasi” di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (30/1). Dialog ini dihadiri Sajidiman Soerjohadiprojo (Angkatan 45), Akbar Tandjung (Angkatan 66), Sjahrir (Angkatan 74), dan Anies Baswedan (Angkatan 1998).
“Apakah sistem presidensial atau bagaimana, kalau lihat sistem pemerintahan kita mengarah pada sistem parlementer, sehingga Presiden mengakomodasi kekuatan lembaga lain sehingga seolah parlementer,” ujar Akbar.
Menurut Akbar, komitmen yang tak sama dengan visi Presiden memunculkan kurangnya soliditas pemerintahan, sehingga perlu dibincangkan karena amanat UUD 45 adalah sistem presidensial. “Sistem kepartaian perlu didorong pada sistem kepartaian kita untuk mengarah pada parlementer juga koalisi dari partai-partai untuk lebih sederhana dan tak banyak menjelang pilpres sehingga mempermudah sistem check an balance,” papar Akbar.
Persoalannya, kata Akbar, bagaimana demokrasi ini bisa menyejahterakan rakyat, sistem yang keliru atau pelaksanaan ekonominya yang belum. Selain itu, ada dampak yang berpotensi konflik, seperti kerawanan dalam Pilkada.
Sementara itu, Sayidiman mengatakan saat ini banyak yang beranggapan kalau tak menjalankan demokrasi liberal, akan mengarah pada otoritarianisme. UUD 1945 jelas menolak demokrasi liberal.
“Adalah aneh ketika Barat sudah mencari harmoni, Indonesia yang gotong royong malah meninggalkan hegemoni itu. Nyatanya, orientasi pada Barat dan Arab telah banyak menimbulkan konflik antaretnik, mau benar sendiri. Kita harus tajamkan sikap budaya,” katanya.

Panitia Nasional
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di MPR Patrialis Akbar mengingatkan Presiden kalau kewenangan menyempurnakan konstitusi itu ada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Presiden hanya melaksanakan perintah konstitusi di bidang pemerintahan. Hal ini merupakan sikap resmi dari PAN setelah melakukan rapat pimpinan.
Namun, PAN tidak akan melarang Presiden untuk membentuk panitia nasional untuk mengkaji konstitusi. Tapi, Presiden harus memahami aturan hukum yang berlaku. “Tidak apa-apa kalau Presiden ingin menyodorkan calon independen dalam pemilihan Presiden (pilpres). Presiden sebaiknya membaca ulang konstitusi sebelum membuat pernyataan,” kata Patrialis di Jakarta, Rabu (30/1).
Menurutnya, dilihat dari konstitusi, Presiden tidak dimungkinkan untuk melakukan amendemen. UUD juga telah membagi tugas masing-masing lembaga tinggi negara. Dalam konstitusi itu disebutkan, Presiden bertugas untuk melaksanakan pemerintahan negara, DPR melakukan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan, sementara MPR bertugas untuk melakukan amendemen ataupun penyempurnaan konstitusi.
Dalam pelaksanaan pemerintahan itu, kata Patrialis, DPR maupun MPR tidak dapat ikut campur. DPR hanya akan melakukan pengawasan atas kinerja Pemerintah. Namun, dengan adanya pengawasan ini, bukan berarti posisi DPR lebih dominan dibandingkan dengan Presiden. Presiden tetap dapat melakukaan kinerjanya dan menafikkan kritikan DPR jika dinilai menghambat. (sihar ramses simatupang/tutut herlina : sinarharapan.co.id)

0 comments:

Post a Comment